Maret – April 2018: I’m Here


 5
buku saudara-saudara
 


Well, bulan Maret-April memang
merupakan 2 bulan yang “penuh darah” untukku secara pribadi. Aku rasa
fakta bahwa aku mampu menyelesaikan ke-5 buku ini adalah mukjizat tersendiri.
Berikut adalah 5 buku yang mampu aku selesaikan selama 2 bulan ini:
My rating: 4 of 5 stars

Buku singkat dan padat ini memang merangkum dengan ringkas garis besar sejarah
masa lampau Peradaban Mesir Kuno. Sebagai seseorang yang tertarik dengan topik
ini tapi bingung harus mulai membaca dari mana, buku selidik NGO yang
bertaburkan ilustrasi ini menawarkan insight tentang topik yang bisa aku
eksplorasi lebih lanjut terkait dengan Mesir Kuno. Sayangnya buku ini lumayan
singkat. Bukunya memang cocok untuk pemula yang ingin mengenal Peradaban Mesir
Kuno akan tetapi, kurang tepat untuk pembaca yang ingin mengetahui hal
mendetail berkaitan dengan topik ini.
Ulasan lengkapku dapat dilihat (di sini)
My rating: 4 of 5 stars

Akhirnya informasi sejarah disulap menjadi bacaan menyenangkan lewat buku ini!
Meskipun sebenarnya ingin tahu lebih
banyak tentang hal-hal berbau sejarah, buku-buku sejarah yang sempat aku coba
baca kebanyakan cenderung monoton dan kurang memikatku yang memang mudah bosan
ini.
Dalam ‘Kartun Riwayat Peradaban’
Jilid 1, Larry Gonick berusaha menyampaikan berbagai fakta sejarah perkembangan
peradaban manusia dalam bentuk komik yang singkat, lucu, namun tetap
informatif. Dalam 7 bab buku ini kita akan disuguhi informasi tentang bagaimana
ledakan besar dianggap memulai kemunculan alam semesta, makhluk pertama macam
apa yang diduga memulai kehidupan, era kepunahan dinosaurus dan kemunculan
manusia di muka bumi, hingga era ketika manusia terlibat dalam perang antar
wilayah yang tidak berkesudahan. Buku 362 halaman ini bahkan dilengkapi dengan
indeks! Dalam jilid pertama kita akan melihat perjalanan peradaban sampai di
era Alexander Agung. Tidak sabar rasanya untuk membaca jilid berikutnya.
Kalau kau menyukai komik dan ingin
mencoba membaca hal berbau sejarah, buku ini dapat menjadi salah satu pilihan
bacaanmu.
Temukan ulasan lengkapku terkait
buku ini (di sini)
My rating: 4 of 5 stars

Memoar intim ini adalah bacaan yang membekas. Lewat memoar ini kita akan
melihat bagaimana Paul menerima mortalitas dirinya sendiri yang semakin tampak
nyata seiring dengan vonis yang dia terima. Kita juga akan menyadari bagaimana
pertanyaan tentang mortalitas memang sudah menghantui Paul sejak lama.
‘When Breath Becomes Air’ juga
merupakan sumbangan satu-satunya Paul untuk dunia sastra yang sudah dia kagumi
sejak lama tapi belum sempat dia geluti secara serius. Meskipun Sang Penulis
telah tiada, sumbangannya lewat memoar ini mengingatkan kita kembali pada fakta
bawa kematian adalah hal sangat nyata dan kita sendiri tidak akan pernah tahu
kapan dia akan menghampiri.
My rating: 5 of 5 stars

Lewat Man’s Search For Meaning, Viktor E. Frankl membagikan pengalaman
berharganya ketika pernah mendekam selama lebih kurang 3 tahun di kamp konsentrasi
Nazi Jerman. Frankl menjadikan pengalaman kelam ini sebagai salah satu sarana
pembelajaran Beliau dalam mendalami ilmu logoterapi yang ia kembangkan sendiri.
Frankl percaya bahwa dorongan sebenarnya dari diri terdalam seorang manusia
adalah untuk mencari makna dalam kehidupannya, bukan mencari kesenangan ataupun
kekuasaan. Frankl berpendapat bahwa terkadang memang ada beberapa penderitaan
yang tidak dapat kita hindari dalam hidup, namun kita dapat memilih cara
mengatasinya, menemukan makna di dalamnya, dan melangkah maju dengan tujuan
baru.
Dalam bagian pertama buku 256
halaman ini, kita akan menemukan kisah nyata pengalaman Frankl selama menjadi
tawanan Nazi. Di bagian kedua sendiri, Frankl memaparkan pengantar tentang ilmu
logoterapi. Buku ini adalah sebuah bacaan yang eye-opening untukku
secara personal.
Kalau kau menikmati bacaan
bertemakan psikologi dan menyukai buku pengembangan diri, aku pikir buku ini
dapat menjadi salah satu pilihan bacaan menarik untukmu.
My rating: 4 of 5 stars

Membaca buku ber-genre dystopia memang sering kali membawa kengerian
tersendiri untukku secara pribadi. Dalam pengantar buku ini, Margaret Atwood
telah dengan gamblang menyatakan bahwa Beliau tidak akan menuliskan peristiwa
yang belum pernah terjadi dalam sejarah manusia atau memperkenalkan teknologi
baru yang belum pernah ada ke dalam ceritanya.
Terlepas dari kenyataan bahwa pada
dasarnya The Handmaid’s Tale merupakan kisah fiksi, Republik Gilead dan
dunia yang dihuni Offred, tokoh utama cerita kita, sedikit banyaknya memang
berdasarkan pada kondisi yang pernah dilalui masyarakat dalam sejarah manusia.
Fakta ini sepertinya dapat menjadi salah satu alasan kenapa buku ini lumayan
membuat bergidik ketika dibaca.
Sama seperti ketika membaca buku dystopia
lain, pada awalnya aku membaca buku ini dengan cukup lambat. Akan tetapi,
berkat narasi dari sudut pandang Offred yang menggabungkan kisah flashback
ke era sebelum Republik Gilead terbentuk dan era masa kini ketika dia bertugas
sebagai seorang handmaid, aku akhirnya sukses dibuat penasaran dan
menyelesaikan buku ini dalam kurun waktu 2 hari. Karakter-karakter kompleks
dalam kisah ini benar-benar menarik perhatianku.
Aku jadi tidak sabar ingin
menyaksikan serial TV yang diadaptasi dari novel ini. Jujur saja, aku tidak
bisa membayangkan bagaimana kelanjutan kisah Offred di musim kedua dari serial
TV The Handmaid’s Tale.
Aku merekomendasikan buku ini untuk
penggemar cerita-cerita dystopia di luar sana.

0 thoughts on “Maret – April 2018: I’m Here

  1. Hai Kak Rifani 😀
    Maaf karena terlambat respon ya Kak, notifikasi untuk komen Kakak nggak masuk >.<
    Yang "When Breath Becomes Air" Farah nggak sengaja ketemunya di toko buku Nagarebochi Padang Kak. Tapi waktu itu udah tinggal satu stoknya…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *