[09/05/20] Sebuah Alasan Konyol Untuk Membeli Buku

“The thing about impulsive buying is… You start making reasons in your head to justified that decision. Sometimes, the reasons are questionable at best & down right dumb at worst.”


Aku dan impulsive buying adalah kawan lama. Ketika belum mengenal belanja daring, aku akan rutin berkunjung ke toko buku hampir setiap minggu. Niat untuk lihat-lihat memang hanya tinggal niat karena aku akhirnya akan pulang membawa buku baru juga. Ketika mengenal Toko Buku Daring Periplus  dan mobile banking, aku semakin menjadi-jadi. Jari-jari ini begitu ringan menambah buku yang menarik hati (dan mata) ke dalam keranjang.
Impuls ini mulai tertahan setelah aku membaca buku Marie Kondo yang ternama itu. Setelah menyaksikan puluhan video bertema minimalism di Youtube, impuls ini semakin surut dan bisa aku kendalikan. Somehow, I managed to not buy any books at Big Bad Wolf (BBW) sale this year. Menariknya, terkadang pada satu titik ada momen ketika rem ini mendadak jebol. Setelah bertahan cukup lama tanpa membeli buku baru, otak ini mendadak tidak peduli lagi & langsung membeli buku yang ada di depan mata saat itu juga. Aku boleh dibilang hampir tidak pernah menyesal membeli buku. Cepat atau lambat aku yakin akan membaca buku itu pada akhirnya.
Aku hanya bertanya-tanya, is there any point in restraining myself at all? Toh, pada akhirnya dari waktu ke waktu aku akan tetap mengikuti impulsku untuk membeli buku yang kadang, dalam kondisi normal, akan aku pikir dua kali dulu sebelum beli. Aku masih percaya bahwa mindfulness adalah salah satu hal yang berguna untuk diterapkan dalam hidup. Tapi, sepertinya masih ada jalan panjang yang harus aku tempuh sebelum bisa menerapkan mindset ini kalau berhadapan dengan buku.
Setelah melewati BBW Daring tanpa kembali dengan buku baru, aku yang singgah ke Periplus untuk melihat-lihat pada 6 Mei lalu akhirnya mengeluarkan uang setelah vakum belanja buku hampir 2 bulan. Aku mendadak menyadari betapa konyolnya alasan yang aku buat dalam kepala untuk menjustifikasi pengeluaran ini.
Ayo kita mulai dari awal.
>>>>
Siang itu, aku menerima email promo Mother’s Day dari Periplus. Ini bukan email promo pertama yang aku terima tentu saja. Setelah menerima email-email sebelumnya, aku akan mampir melihat-lihat, ber-oh ah pada beberapa judul menarik yang sedang diskon, untuk kemudian keluar dengan tangan kosong dan melanjutkan hariku. Hari itu, sayangnya, satu judul membuatku berhenti melihat-lihat;
Gambar merupakan hasil suntingan dari tangkapan layar situs Toko Buku Daring Periplus.
Respons yang seolah agak berlebihan ini sebenarnya bukan semata karena harga bukunya yang turun lumayan jauh. Aku punya urusan tidak selesai dengan serial tempat buku ini bernaung.
Mari kita mundur lebih jauh lagi…
Aku mengenal A Discovery of the Witches berkat serial TV adaptasi yang rilis pada 2018 lalu. Ketika berselancar di Play Books dan berpapasan dengan bundel trilogi karya Deborah Harkness ini, tentu tanpa ragu aku langsung membeli bundel bersangkutan. I love the TV adaptation, of course I would love the book too, right? Well, realita ternyata tidak semanis itu  🙍
Duo Matthew Goode & Teresa Palmer begitu rupawan di serial ini. (Sumber gambar dari sini)
Karakter utama wanita seri ini, Diana Bishop, pada awalnya digambarkan sebagai seorang strong independent woman™️. Seiring dengan bergulirnya cerita, karakter Diana perlahan berubah menjadi 11 12 dengan karakter Bella Swan dari rangkaian novel Twilight. Helpless & somehow losing the quality that I admired in her. Kalau diingat-ingat lagi, perubahan ini memang terjadi juga dalam serial TV-nya. Entah kenapa, transformasi ini terasa lebih mengejutkan buatku ketika aku membaca sendiri dalam novelnya. Ini bukan hal buruk tentu saja. The thing is… Karakter semacam ini mungkin cocok untuk Farah sebagai pembaca di usia 15 tahun.  Untuk Farah yang merupakan pembaca di usia 20-an awal, however, not really.
Kasus All The Boys I’ve Loved Before akhirnya terulang lagi. Aku lebih menyukai versi adaptasi dua judul ini alih-alih novel sumbernya karena perubahan selera yang aku alami sebagai pembaca.
Novel bundel A Discovery of Witches pun berdiam diri di rak TBR-ku selama dua tahun terakhir. Trilogi ini menjadi salah satu dari beberapa buku yang punya “urusan tidak selesai” denganku. Ketika baru selesai menyaksikan A Discovery of Witches, aku sangat bersemangat ingin membaca Time Convert karena kisah yang ditawarkannya. Dari sinopsis yang ada, novel ini akan fokus pada masa lalu salah satu karakter pendukung dari trilogi asli yang latar belakangnya memang membuat penasaran. Sayangnya, ketika itu harga buku ini masih lumayan tinggi. Kenyataan bahwa aku mandek di tengah trilogi A Discovery of Witches pun akhirnya membuat novel ini menghilang dari radarku… Sampai saat ini.
Justifikasi konyol yang aku buat dalam kepala ketika secara impulsif membeli Time Convert adalah; Hmmm, kalau beli buku ini pasti akhirnya tergerak untuk menyelesaikan trilogi A Discovery of Witches dari 2 tahun lalu 🤡
 
Dari lubuk hati yang paling dalam aku tahu alasan ini konyol. But I run with it anyway. Aku harap dalam beberapa bulan ke depan aku bisa menulis tulisan follow-up tentang bagaimana aku MEMANG menyelesaikan seri ini. Until then, I will just bask in my own clownery  🙃😘🤪 
 
Jadi, Sebuah Alasan Konyol Untuk Membeli Buku = Sebagai ~Pemicu~ Agar Mulai Membaca Buku Lain yang Sudah Ditimbun Sejak Dua Tahun Lalu 🥴

 
Apa kamu punya alasan tidak biasa tersendiri untuk menjustifikasi belanja buku impulsif? Or do you just simply embrace it?

Tulisan Lain Dalam Kiriman Ini

Farah di tempat lain: Goodreads | Instagram | Twitter

0 thoughts on “[09/05/20] Sebuah Alasan Konyol Untuk Membeli Buku

  1. Aku sedang berjuang untuk berhenti menjadi tsundoku alias penumpuk buku nih. Sempat segitunya kalau urusan jajan buku, sampai suatu hari tersadar sama tumpukan buku yang masih terbungkus plastiknya dengan cakep di rak buku.

    Aku pun sama, melarikannya dengan memaksa diri menyelesaikan tugasku untuk membacana dengan membuat reviw-nya di blog dan akun instagram @bacha.santai.

    Semangat buat kita yang hobi jajan buku sampai lupa kondisi dompet sendiri.

    Salam kenal ya.

  2. Salam kenal, Cha 👋

    Good luck ya dalam perjalananmu untuk lepas dari kecenderungan untuk menumpuk buku. Salah satu usahaku tahun ini sendiri yang sedang berlangsung itu Book Buying Ban (BBB). Targetnya BBB satu tahun dan sekarang baru masuk bulan ke-4 😆

    Let me know kalau kamu punya trik atau rencana khusus perihal perkara menumpuk buku ini! 😄

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *