Farah’s TOP 11 Reads for 2021

Yuk intip daftar 11 (+2) buku berkesan yang aku baca pada tahun 2021! 📚

Setelah sempat tergeser oleh nonfiksi dalam daftar terdahulu, buku fiksi kembali mengambil tempat dalam daftar Top 11 Reads 2021. Nonfiksi tidak sepenuhnya lenyap tentu saja. Memoar dan buku kumpulan esai sepertinya dengan setia masih akan menjadi perwakilan untuk buku nonfiksi dalam daftar tahunan ini, setidaknya untuk beberapa tahun mendatang.

2021 juga menandai kembalinya bacaan fiksi yang sudah menjadi makanan pokok-ku sebagai pembaca selama beberapa tahun: fiksi bittersweet dan agak mellow. Era buku fiksi lucu & heart-warming yang sempat mampir pada tahun 2020 akhirnya tutup buku.

Kamu juga bisa mengeksplor daftar Top 11 Reads-ku selama empat tahun terakhir (2020 | 2019 | 2018 | 2017), sebelum membaca daftar terbaru di bawah. Berikut 11 buku berkesan yang aku baca tahun lalu diurut berdasarkan kronologi waktu baca alih-alih ranking:

1. Kitchen (Banana Yoshimoto, ENG Translator: Megan Bachus)

Melalui 2 novella dalam Kitchen, Banana Yoshimoto mengeksplor bagaimana manusia berdamai dengan kenyataan tak terhindarkan dalam hidup: duka dan kematian. Yoshimoto juga menggali tentang rasa sepi yang muncul bersamaan dengan realita ini. Ekplorasi duka yang dilakukan dalam Kitchen begitu berkesan buatku karena selain mengeksplor duka kehilangan orang tercinta, Yoshimoto juga mengeksplor duka yang muncul dari kehilangan jati diri atau impianmu.

Kalau mencari bacaan singkat, bittersweet, tapi pada akhirnya masih penuh rasa harap, Kitchen bisa menjadi bacaan yang tepat.

Kitchen dalam 2 tulisan lain: Ulasan emosionalku di StoryGraph | Monthly Reading List: Maret 2021

2. Honey Girl (Morgan Rogers)

Novel debut ini bisa jadi bukan bacaan untuk semua orang. Akan tetapi, sebagai pembaca berusia 20-an yang sedang dalam proses menemukan jalan sendiri dalam hidup, Honey Girl adalah bacaan yang begitu relatable. Selain menulis tentang rasa cemas yang datang karena ketidakpastian di awal adulthood, Rogers juga menulis tentang dinamika support system yang penting untuk kita miliki: keluarga & pertemanan. Honey Girls juga tidak malu-malu dalam membahas tantangan yang muncul dalam wujud kesehatan mental.

Cocok untuk yang mencari bacaan coming-of-age dengan protagonis yang sudah menginjak adulthood dan masih berusaha menemukan tempatnya dalam hidup.

Honey Girl dalam 3 tulisan lain: Ulasan panjang blog | Monthly Reading List: Maret 2021 | Ulasan bahasa Inggris di StoryGraph

3. In The Dream House (Carmen Maria Machado)

Selain menjadi buku nonfiksi/memoar pertama dalam daftar, In Dream House juga menjadi buku pertama yang aku baca dalam sekali duduk pada tahun 2021. Dalam memoar menghantui ini, Machado menggunakan beragam literary device atau trope (seperti haunted house atau roadtrip stories) untuk berbagi pengalaman personalnya ketika berada dalam hubungan romantis yang toksik. Bukan sekadar merupakan arsip penting realita & pengalaman manusia, In Dream House juga merupakan eksperimen dalam cara dan gaya penulisan.

Aku akan merekomendasikan memoar In Dream House untuk pembaca yang mencari bacaan eksperimental dengan format unik, yang juga mengeksplor salah satu sisi dalam queer relationship yang belum terlalu banyak digali.

In Dream House dalam 1 tulisan lain: Monthly Reading List: Maret 2021

4. The Beautiful Ones (Silvia Moreno-Garcia)

Tidak hanya berjasa mempertemukanku dengan buku-buku Silvia Federici, booktuber Lou Reading Things juga berjasa dalam mengenalkanku pada buku historical romance yang akhirnya menjadi favorit ini:

 

The Beautiful Ones adalah bacaan yang tepat kalau kamu murni mencari bacaan escapism dramatis yang saking over-the-top-nya mengingatkanmu pada telenovela yang begitu nagih untuk ditonton. Meskipun merasa akhir ceritanya agak anti-klimaks, pengalaman membaca The Beautiful Ones adalah salah satu pengalaman baca paling menyenangkan buatku pada tahun 2021 lalu.

5. The Death of Vivek Oji (Akwaeke Emezi)

 

Satu lagi judul yang begitu berkesan karena pengalaman yang kita lalui bersamanya. Pembaca sudah tahu apa yang akan terjadi pada protagonis cerita, the title says it all. Meskipun begitu, perjalanan yang pembaca telusuri supaya sampai ke titik dimana kematian Vivek Oji terjadi tetap terasa memuaskan. Selain merupakan cerita tentang keluarga, The Death of Vivek Oji juga merupakan cerita tentang pertemanan, tentang cinta dan harapan, serta duka dan pengampunan.

Di pusatnya, cerita Vivek adalah cerita tentang bagaimana orang tua tidak akan pernah benar-benar tahu dengan pasti segala hal tentang buah hatinya.

Aku akan merekomendasikan The Death of Vivek Oji untuk yang suka membaca cerita bittersweet tentang dinamika keluarga. Aku membaca edisi audiobook fenomenal bukunya melalui Scribd.

6. Macondo, Para Raksasa, dan Lain-Lain Hal (Ronny Agustinus)

Buku kumpulan esai ini begitu berjasa dalam mengobarkan semangatku untuk mulai belajar Bahasa Spanyol di paruh akhir 2021. Targetku memang ingin memiliki kemampuan untuk membaca tulisan bahasa Spanyol dengan lancar. Bukan hanya informatif, Macondo, Para Raksasa, dan Lain-Lain Hal juga menawarkan esai yang ramah pembaca awam, tidak peduli kamu berminat pada sastra Amerika Latin atau tidak.

Buku yang cocok sebagai bacaan awal bagi yang tertarik dengan sastra Amerika Latin atau hanya sekadar ingin mendapat perkenalan tentang bagaimana kondisi sosial/budaya Amerika Latin memiliki pengaruh signifikan pada perkembangan sastra di sana.

Macondo, Para Raksasa, dan Lain-Lain Hal dalam 1 tulisan lain: Ulasan panjang di StoryGraph.

7. A Mind Spread Out on the Ground (Alicia Elliott)

Berdampingan dengan In The Dream House, memoar dalam bentuk kumpulan esai ini merupakan 2 memoar paling berkesan yang aku baca di tahun 2021. Aku harus berterima kasih pada The StoryGraph Genre Challenge yang sudah mempertemukan aku dengannya.

Kesehatan mental & kolonialisme merupakan dua tema besar dalam memoar heart breaking ini. Alicia Elliott dengan lihai bercerita tentang pengalamannya tumbuh besar di keluarga biracial (white/native american) & menghubungkan anekdot personal dia dengan 2 tema besar tersebut. Bagaimana kolonialisme & opresi terhadap masyarakat indigenous (secara spesifik native american) punya andil besar terhadap masalah kesehatan mental yang berkembang secara generasional dalam komunitas itu.

Sebuah bacaan menantang dan begitu menguras emosi, tapi penting dan worth it untuk dibaca. Aku sangat merekomendasikan A Mind Spread Out on the Ground untuk para penggemar memoar yang tertarik dengan ekplorasi tentang kesehatan mental. Edisi audiobook yang sangat memorable juga bisa kamu dengar di Scribd.

8. In The Country (Mia Alvar)

Beberapa minggu setelah sadar kalau aku belum menemukan kumcer favorit karya penulis luar negeri (kecuali Poe), aku langsung dipertemukan dengan In The Country (terima kasih kepada fitur rekomendasi StoryGraph & ajang Big Bad Wolf online). Tanpa perlu membaca banyak, buku debut Mia Alvar ini langsung meninggalkan kesan dalam setelah aku membaca 2 cerpen pembukanya.

Dalam In The Country, Mia Alvar mengeksplor beragam pengalaman Filipino diaspora dengan latar cerita yang terbentang dari New York sampai Arab Saudi. Terlepas dari segala perbedaan & hal baru yang aku baca dalam cerpen-cerpennya, ada aspek cerita yang (secara tidak terduga) begitu familiar untuk sesama penghuni negara di bawah naungan ASEAN. Tidak mengherankan kalau bukunya begitu mengena.

Aku akan merekomendasikan In The Country kalau kamu mencari buku kumpulan cerpen panjang dengan gaya penulisan yang begitu mengalir dan sulit untuk ditinggalkan.

9. Dress Codes: How the Laws of Fashion Made History (Richard Thompson Ford)

Setelah kesulitan menemukan nonfiksi tentang sejarah dengan gaya bahasa yang tidak “kering”, Dress Codes muncul dan membuktikan kalau buku nonfiksi yang ditulis dengan gaya bahasa menyenangkan itu ada! Dalam buku yang hampir 500 halaman ini, Ford melacak bagaimana baju & cara berpakaian memegang peran sentral dalam mengukuhkan kedudukan sosial suatu kelompok/keluarga dalam masyarakat.

Selain merekomendasikan Dress Codes untuk penggemar bacaan sejarah, Dress Codes juga cocok kalau kamu tertarik mencoba bacaan bertema hukum yang terbilang ringan.

Dress Codes dalam 1 tulisan lain: Monthly Reading List November 2021

10. Hamnet (Maggie O’Farrell)

Mengikuti jejak Maybe You Should Talk to Someone dari tahun lalu, Hamnet menjadi bacaan penghujung tahun yang langsung melejit ke dalam daftar Top 11-ku. Meskipun sering melirik buku-buku literary fiction, genre ini ternyata tidak terlalu sering aku jamah tahun lalu.

Dalam novel bersampul cantik ini, Maggie O’Farrell membawa kita untuk mengikuti narasi fiksional tentang sejarah awal keluarga William Shakespeare. Alih-alih fokus pada THE Shakespeare sendiri, Hamnet fokus pada figur ibu dalam keluarga kecil ini, Agnes (juga dikenal sebagai Anne Hathaway). Satu lagi cerita tentang keluarga, rasa kehilangan, dan duka.

Aku akan merekomendasikan Hamnet untuk penggemar cerita tentang dinamika keluarga dengan gaya penulisan indah & menghanyutkan.

Ulasan Hamnet selengkap dariku bisa dibaca di StoryGraph.

11. Kereta 4.50 Dari Paddington (Agatha Christie, Penerjemah IND: Lily Wibisono)

Maraton baca buku Agatha Christie-ku selama 1 tahun terakhir boleh dikatakan datar-datar saja. Tidak peduli tentang Poirot, Marple, Parker Payne, atau Mr. Shatterwhite, aku tidak kunjung menemukan judul yang memorable. Sampai aku menjadikan Kereta 4.50 Dari Paddington sebagai bacaan penutup 2021… Aku akhirnya menemukan buku Miss Marple favorit!

Bacaan satu ini begitu berkesan karena walaupun merupakan kasus Miss Marple, di akhir hari Kereta 4.50 Dari Paddington adalah buku dengan ensemble cast  yang saling bahu-membahu untuk memecahkan misteri dengan berbagai twist asyik yang tidak aku sangka-sangka kemunculannya.

Mengingat ini adalah satu-satunya buku Agatha Christie yang aku tamatkan dalam kurun waktu satu hari saking penasarannya, Kereta 4.50 Dari Paddington pantas masuk ke dalam daftar Top 11 Reads 2021.

Honorable Mention

1. Twas the Nightshift Before Christmas (Adam Kay)

Setelah memoar debut Adam Kay masuk ke dalam daftar Top 11 Reads tahun 2019, aku tidak terlalu kaget ketika buku singkat edisi christmas special ini muncul dalam daftar Top 11 Reads lagi. Catatan harian dari masa lalu Kay sebagai dokter OBYN di NHS selalu berhasil menghiburku berkat ke-absurd-an anekdotnya & kelihaian Kay dalam menuliskan cerita-cerita ini dengan sangat on-point dan lucu.

Aku sangat merekomendasikan tulisan-tulisan Adam Kay untuk yang suka dengan bacaan yang berhasil memadukan aspek lucu dan miris kehidupan dengan sangat baik.

Baca juga: Ulasan panjangku tentang memoar Adam Kay, This Is Going to Hurt

2. The Majesties (Tiffany Tsao)

Aku tidak heran kalau pembaca thriller yang terbiasa dengan bacaan bertensi tinggi akan kaget ketika membaca The Majesties. Alih-alih thriller bertensi tinggi penuh twist, buku ini adalah eksplorasi lambat tentang kejatuhan sebuah keluarga yang ruthless kepada siapa saja (bahkan anggota mereka sendiri), atas nama survival.

Bacaan yang cocok untuk yang mencari bacaan thriller beda yang fokusnya tidak lepas dari dinamika keluarga. Aku juga sangat merekomendasikan edisi audiobook The Majesties (dinarasikan oleh Nancy Wu). Edisi ini begitu immersive, aku sampai rela begadang supaya bisa mendengar kisah Gwendolyn dan Estella sampai akhir.

Ulasan singkatku tentang The Majesties juga bisa dibaca di StoryGraph.

Terima kasih sudah membaca tulisan ini sampai akhir!
Aku juga penasaran ingin mendengar bacaan favoritmu dari tahun 2021 di kolom komentar 😃⏬
>>>

Terhibur/terbantu dengan tulisan ini? Traktir Farah melalui Karyakarsa

Farah melacak bacaannya di situs buku alternatif  The StoryGraph

Ingin tanya-tanya anonim? Kirim saja pertanyaanmu lewat Curious Cat

The StoryGraph Book Tag

Sebuah tulisan untuk mengapresiasi situs buku alternatif The StoryGraph.

Aku sangat bersemangat ketika menemukan ini bulan lalu. Terima kasih pada blogger buku di The Literary Phoenix, book tag untuk situs buku The StoryGraph akhirnya lahir!

Kalau pernah membaca kiriman Monthly Reading List di blog Far’s Books Space, kamu tentu sudah familiar dengan situs satu ini. Statistik dan grafik dari situs tersebut memang sudah menjadi tamu rutin dalam tulisan daftar bacaan bulananku sejak awal 2021.

Setelah menggunakan The StoryGraph selama kurang lebih 10 bulan, aku tentu tidak ingin melewatkan kesempatan untuk “pamer” halamanku di sana lewat kiriman blog ini. Tanpa ba bi bu lagi, selamat menikmati penampakan profil-ku di The StoryGraph (selanjutnya akan aku sebut TSG) melalui gambar dan uraian singkat.

Bagian Satu: Halaman Depan 

Buku apa yang muncul di bagian “Your Recommendations”?

Laman “Your Recommendations” sangat bermanfaat untuk pembaca yang tidak ingin terlalu aktif di media sosial tapi masih ingin mendapat rekomendasi buku menarik. Ketika membuat akun di TSG, kita akan diarahkan untuk mengisi survei singkat tentang kecenderungan (preference) bacaan kita. Hasil survei ini kemudian dipakai algoritma untuk menemukan buku yang muncul di laman “Your Recommendations”.

Dalam survei, aku mencantumkan buku kumpulan cerpen dan buku kontemporer sebagai genre yang sedang ingin aku baca saat ini. Aku secara spesifik juga ingin membaca buku karya penulis BIPOC. Jadi, tidak mengejutkan kalau tiga buku kumpulan cerita pendek (Lot, The Refugees, It’s A Whole Spiel) dan satu buku kontemporer (We’ll Fly Away) direkomendasikan dalam gambar di atas. 

Buku apa yang muncul di bagian “Your To-Read Pile”?

Ah, TBR… Sebuah laman yang sepertinya tidak akan pernah kosong ya untuk seorang pembaca. Meskipun sudah jarang membeli buku fisik, TBR-ku masih terus memanjang karena buku digital yang lebih sering aku baca akhir-akhir ini. Kartun Riwayat Peradaban adalah satu-satunya TBR fisik dari empat buku di atas. Tiga buku lain (Erotic Stories For Punjabi Widows, The Great Mortality, dan Predictably Irrational) adalah buku fiksi dan nonfiksi digital yang bermukim di pustaka Scribd-ku.

Apa yang muncul di kotak “Currently Reading”?

Aku mengawali bulan April dengan satu buku YA singkat & satu buku klasik yang sudah aku “coba” baca selama empat tahun terakhir. Ketika kiriman ini ditulis, aku tinggal mendengarkan 51 menit lagi dari audiobook Pet. Aku juga sudah membaca 41% dari novel The Picture of Dorian Gray. Siapa sangka aku akhirnya akan menyelesaikan buku karya Oscar Wilde ini di percobaan ke-empat.

 

Apa yang muncul di kotak “On the StoryGraph”?

Buku yang muncul dalam kotak ini adalah buku yang baru saja ditambahkan ke dalam database situs TSG. Terkadang memang ada buku dengan judul menarik & membuat penasaran. Akan tetapi, secara umum aku jarang mengutak-atik kotak ini dan hanya memandangnya sepintas lalu ketika ingin memperbarui kemajuan bacaanku.

Bagian Dua: Laman StoryGraph-mu

Menurut The StoryGraph, tipe buku apa saja yang kamu baca?

TSG mengolah data dari 300-an buku yang ada di profilku dan menyimpulkan bahwa aku cenderung membaca buku fiksi yang reflektif, emosional dan adventurous. Buku-buku ini biasanya beralur medium dengan panjang yang kurang dari 300 halaman. Kalau tidak salah ingat, statistik umum ini sepertinya sedikit berubah. Alih-alih membaca buku beralur medium, di akhir 2020 bacaanku sepertinya masih didominasi buku beralur cepat.

 

Buku apa yang kamu baca baru-baru ini (“Read Recently”)?

Tiga bulan awal di tahun 2021 sejujurnya cukup memprihatinkan kalau dilihat dari sisi bacaan berkesan. Sayang sekali, aku belum menemukan terlalu banyak bacaan favorit sejauh ini. Akan tetapi, bulan Maret ditutup dengan dua bacaan memuaskan yang berpotensi masuk ke dalam daftar TOP 11 Reads edisi 2021-ku; In The Dream House, memoar penting dengan gaya penulisan indah karya Carmen Maria Machado dan Honey Girl, novel kontemporer tentang menjadi versi lebih baik dari diri sendiri karya Morgan Rogers. Check them out, friends!

 

Apa buku “5 Stars Reads”-mu?

Buku-buku di atas adalah bacaan bintang 5 versiku dari dua tahun terakhir. Ada buku favorit paling baru & sudah aku sebut beberapa kalimat yang lalu; In The Dream House. Ada dua buku yang aku baca di tahun 2020: buku komik lucu Strange Planet & buku nonfiksi Mythology An Illustrated Journey (ulasan lengkap buku ini juga sempat aku tulis pada bulan Mei tahun lalu). Buku terakhir, Saints & Misfits, aku baca pada bulan Ramadhan tahun 2019. S.K. Ali always makes great contemporary works! Kalau mencari bacaan fiksi untuk bulan Ramadhan, buku-buku beliau patut dicoba.

 

Apa “Books Tagged” versimu? (**)

Fitur tag/label adalah fitur lain yang (secara tidak terduga) sering aku digunakan di TSG. Selain untuk menandai buku TBR dari berbagai sumber berbeda (label TBR Scribd ini misalnya). Aku juga memakai label untuk membuat “rak buku” dengan tema tertentu. Ada rak untuk buku all-time-favorite, juga ada rak untuk buku menarik tapi masih ragu ingin aku baca atau tidak. Aku juga membuat rak untuk menandai darimana aku menemukan buku bersangkutan. Contohnya rak rekomendasi TSG & Youtube ini. It’s a pretty versatile feature if you ask me.


(**) Terhitung mulai pertengahan April 2021, kolom “Books tagged” berubah menjadi “Tags”. Berikut penampakan kotak Tags-ku:

Apa kamu mengikuti tantangan baca? Kalau iya – bagaimana perkembangannya?

Iya! Meskipun tidak sebanyak biasanya. Tahun ini aku berpartisipasi dalam 2 tantangan baca yang di-host oleh TSG saja. Dari dua tantangan baca ini, TSG’s Onboarding Reading Challenge adalah tantangan baca yang lebih santai. Selain tidak terlalu demanding karena hanya ada 5 prompt, tantangan satu ini juga membantu pembaca baru yang ingin mengenal berbagai fitur yang ditawarkan TSG.

 

TSG’s Genre Challenge sendiri lebih menantang karena kita memang didorong untuk memperluas genre bacaan & keluar dari zona nyaman. Sampai sekarang aku belum tahu ingin membaca buku puisi apa untuk prompt ke-delapan. Aku juga puas dengan progress yang aku buat. I really want to take it slow this year, you know?

 

Buku apa yang mengisi kotak “Owned”-mu?

Nah, kotak yang satu ini memang masih didominasi buku fisik.

Kisah-Kisah Tengah Malam adalah buku yang memantik ketertarikanku pada karya Edgar Allan Poe. Aku pernah menulis tentang buku kumpulan cerpen (kumcer) horor ini dalam kiriman blog dari tahun 2017 lalu. Aku juga sempat menulis tentang buku Cinta Tak Ada Mati pada tahun 2018. Lagi-lagi merupakan buku kumcer, namun kali ini merupakan karya penulis Indonesia, Eka Kurniawan. Novel misteri Pembunuhan di Orient Express sendiri baru selesai aku baca bulan Maret lalu. Tunggu komentar lengkapnya di kiriman Monthly Reading List Maret ya!

Bagian Tiga: Statistik

Untuk tahun ini, apa tiga teratas mood bacaanmu?

Mood reflektif & emosional tetap tidak tergantikan kalau bicara tentang mood bacaan teratas pada tahun 2021. Mood misterius sendiri menempati tempat ketiga karena proyek pribadiku yang membaca satu buku Agatha Christie setiap bulan, sepanjang tahun ini. Penasaran bagaimana ini akan berubah menjelang akhir tahun.

 

Lebih suka bacaan beralur (pace) apa tahun ini?

Berbeda dari tahun 2020 ketika bacaan dengan alur cepat menjadi primadona, tahun ini aku lebih condong membaca buku-buku beralur medium. Apakah ini pertanda bahwa attention span-ku dalam membaca (akhirnya) meningkat? Who knows, honestly?

 

Buku dengan jumlah halaman berapa yang cenderung kamu baca?

Lagi-lagi aku mengejutkan diri sendiri. Meskipun bacaan <300 halaman masih mendominasi, ternyata aku juga tidak segan untuk membaca buku 300-499 halaman. Buku-buku tebal di rak TBR-ku sepertinya bisa bernafas lega karena aku tidak akan meninggalkan mereka.

 

Apa kamu tipe pembaca fiksi atau nonfiksi?

Untuk setidaknya beberapa tahun ke depan, sepertinya aku akan bertahan sebagai pembaca dengan rasio bacaan 75% : 25% untuk buku fiksi dan nonfiksi.

 

Apa genre bacaan teratas sejauh ini?

Berdasarkan data dari 3 bulan awal pada tahun 2021, buku-buku LGBTQIA+ dan Mystery menduduki posisi dua teratas dalam statistik bacaanku. Keduanya diikuti oleh buku YA & Crime di tempat ketiga dan keempat. Selain proyek maraton baca buku Agatha Christie, keterlibatanku pada beberapa klub buku sepertinya mempengaruhi persebaran genre bacaan ini. I can’t wait to get around to read more contemporary books.

 

Bagaimana tampilan grafik jumlah buku (“number of books”) dan “pages chart”-mu?

Meskipun baru awal tahun, naik turun mood membacaku sudah sangat kentara ya dalam grafik ini. Kalau dibandingkan dengan statistik dari waktu yang sama pada tahun 2020, jumlah buku & halaman yang aku baca tahun ini memang lebih banyak. Aku memprediksi bahwa bulan Juli/Agustus akan menjadi puncak paling tinggi dalam grafik ini di akhir tahun (kalau melihat tren beberapa tahun ini, prediksi ini sangat mungkin menjadi kenyataan).

 

Apa rating rata-rata dari bacaanmu untuk tahun ini?

Aku rasa ini adalah rata-rata rating buku terendah dalam sejarah pribadiku sebagai pembaca. Apa ini risiko bereksperimen dengan jumlah dan genre buku? Bisa jadi. Aku harap aku bisa menemukan lebih banyak bacaan 4 atau 5 bintang dalam sembilan bulan ke depan.


Terima kasih karena sudah membaca kiriman ini sampai akhir!

Aku juga ingin mengajak dua teman blogger (dan sesama pengguna TSG) untuk menjawab pertanyaan dalam book tag ini:

Reka dari blog Haloreka 

Anindya dari blog Musik dan Fantasi

Kalau ingin mencoba TSG & tertarik untuk menulis kiriman book tag ini, let me know in the comment! Aku kepo ingin membaca tulisanmu juga 😀

Daftar Pertanyaan The StoryGraph Book Tag

Bagian Satu: Halaman Depan

 

Bagian Dua: Laman StoryGraph-mu

 

Bagian Tiga: Statistik

(*) Pertanyaan aku terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari kiriman asli yang berbahasa Inggris.

(**) Pembaharuan 16/04/2021: Kolom “Book tagged” berubah menjadi kolom “Tags”.

Terhibur/terbantu dengan tulisan ini? Dukung Farah melalui Karyakarsa

Farah melacak bacaannya di situs buku alternatif  The Storygraph | @farbooksventure di The StoryGraph

Ingin tanya-tanya & tetap anonim? Kirim saja pertanyaanmu lewat Curious Cat

Sebuah Daftar Bacaan: Struggling Writers

Tiga buku untuk pembaca yang mencari bacaan dengan karakter penulis yang sedang bersusah-payah.

Menulis itu sulit & kamu tidak harus berprofesi sebagai penulis untuk menyadari ini. Setiap orang pasti pernah terbentur ketika berusaha untuk merangkai kata menjadi sesuatu yang mudah dimengerti & menarik perhatian orang lain.

Dari penulis caption, penulis UX, sampai penulis buku, tidak mengherankan kalau cerita-cerita tentang penulis yang sedang melalui masa sulit sudah banyak dituturkan. Tiga buku di bawah ini adalah buku yang karakter utamanya merupakan penulis dalam istilah tradisional (aka: penulis buku yang sudah diterbitkan). Mereka sudah terbiasa bermain dengan kata-kata. Tetap saja, ada masa ketika kemampuan mereka itu seolah lenyap atau tersendat karena satu dan lain hal.

Berikut adalah daftar tiga buku fiksi dengan protagonis yang merupakan struggling writers dari tiga genre berbeda:

The Guernsey Literary & Potato Peel Pie Society 


Perang Dunia 2 baru berakhir ketika Juliet Ashton dilanda writer’s block. Sebuah kiriman surat tidak terduga dari Guernsey membuat Juliet mengunjungi daerah yang masih berusaha bangkit pasca ditempati tentara Jerman ini. The Guernsey Literary and Potato Peel Pie Society adalah kisah heartwarming tentang bagaimana buku serta seni menyatukan orang dari berbagai latar belakang dan membantu mereka melalui masa-masa sulit.

Historical fiction ini cocok untuk pembaca yang mencari buku dengan cerita hangat & wholesome serta memiliki format unik (epistolary). Gaya penulisan Annie Barrows & Mary Ann Shaffer yang mengalir juga membuat buku 256 halaman ini menjadi bacaan yang menyenangkan dan cepat. Suka membaca book-about-books? Novel ini sepertinya adalah novel untukmu. 

Ulasan lengkap The Guernsey Literary and Potato Peel Pie Society juga bisa dibaca dalam kiriman dari bulan Maret 2019 ini.      

Less


Arthur Less menghabiskan masa muda di bawah bayangan seorang partner lebih tua yang merupakan penyair sukses. Tahun-tahun selanjutnya Arthur lalui dengan menjadi penulis biasa-biasa saja bersama seorang partner lebih muda yang akhirnya memutuskan untuk menikahi orang lain. Berniat melarikan diri dari kenyataan, Arthur akhirnya menerima tawaran pekerjaan di berbagai tempat di dunia sembari bergulat dengan buku terbaru yang tidak kunjung selesai dia tulis. Dalam Less, kita akan mengikuti perjalanan panjang Arthur sampai dia siap untuk pulang kembali. 

Alih-alih menjadi novel suram tentang pencarian diri, Less adalah novel tentang bagaimana humor selalu bisa kita ditemukan bahkan di momen ketika kita merasa benar-benar di bawah. Literary fiction ini cocok untuk pembaca yang bosan membaca buku sejenis yang terlalu serius sampai menjurus ke pretensius & mengharapkan humor dalam bacaan mereka.    

Ulasan lengkap novel karya Andrew Sean Greer ini juga bisa dibaca dalam kiriman dari bulan Juni 2020 ini

Beach Read


Hidup January Andrews mendadak berantakan. Fakta tidak terduga tentang ayahnya yang sudah meninggal membuat January mendadak kehilangan inspirasi untuk menulis kisah-kisah romantis bahagia. Ketika bertemu dengan sesama struggling writers yang menjadi tetangga barunya, Augustus Everett, dua orang ini akhirnya setuju untuk melakukan sesuatu di luar comfort-zone mereka. January akan mencoba menulis literary fiction serius & Augustus akan berusaha menulis sebuah cerita yang berakhir bahagia. Romance then ensues.

Novel romance karya Emily Henry ini memang bukan buku untuk semua orang. Romansa dua karakter utamanya berkembang cukup lambat & cerita mereka pun mengeksplorasi tema yang cukup gelap & serius. Karakter January/Augustus bisa jadi agak menyebalkan juga di mata beberapa orang. Tapi, kalau kamu mencari romance dengan ending realistis dan tidak malu-malu menyinggung topik berat, buku ini boleh jadi adalah buku untukmu.


Beach Read bukanlah novel romance untuk pembaca yang mencari bacaan romantis light-heart dan wholesome.      

Punya rekomendasi buku lain dengan karakter struggling writers juga?

Let me know in the comment 😄

>>>

Farah melacak bacaannya di situs buku alternatif  The Storygraph

Ingin tanya-tanya & tetap anonim? Kirim saja pertanyaanmu lewat Curious Cat

Farah’s TOP 11 Reads for 2020

 

Dari komik, erotika, sampai kumpulan cerita… Berikut adalah daftar sebelas buku favorit yang aku baca di tahun 2020.

Melanjutkan tradisi di blog Far’s Books Space selama beberapa tahun terakhir, aku kembali menyusun daftar 11 bacaan yang berkesan bagiku dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Hal tidak biasa dalam daftar tahun 2020 ini adalah fakta bahwa nonfiksi mulai mendominasi. Berbeda sekali dari daftar buku tahun 2017, 2018, dan 2019 yang hampir eksklusif dihuni buku-buku fiksi.
Seperti biasa, daftar TOP 11 Reads tidak aku susun dalam bentuk ranking. Aku hanya mengurutkan buku berdasarkan waktu aku membaca mereka: dari awal tahun sampai akhir tahun 2020.
Komik sederhana tentang sekumpulan alien biru yang menggunakan bahasa secara tidak biasa ini tidak pernah gagal membuatku tersenyum. Aku tidak mengerti bagaimana, tapi kecenderungan mereka dalam memilih istilah rumit untuk mendeskripsikan sesuatu yang sangat biasa pada akhirnya menjadi komedi tersendiri. It’s the clever word play, I think. Kamu juga bisa menikmati komik ini secara gratis lewat Twitter atau Instagram resmi si pembuat komik.
Nostalgia & faktor relatability kiranya sangat mempengaruhi pendapatku tentang buku ini. Kalau tidak merasa terhubung dengan pengalaman si penulis yang terasa familiar, aku rasa aku tidak akan terlalu menikmati Semasa Kecil di Kampung. Aku pribadi menyukai memoar karena ada aspek introspeksi/refleksi dalam tulisannya. Hal ini tentu tidak aku temukan dalam autobiografi ini. Tapi, aku tetap bisa mengapresiasi bagaimana buku ini menunjukkan bahwa meskipun aku dan si penulis tumbuh di era yang berbeda, ada beberapa hal yang sama-sama kami lalui ketika tumbuh besar di lingkungan yang secara budaya kurang lebih mirip.
Meskipun notabene-nya adalah buku nonfiksi, aku sangat mengapresiasi bagaimana luwes & mudah diikutinya gaya penulisan buku ini. Ilustrasi ciamik yang melengkapi setiap halamannya juga sangat membantuku sebagai pembaca. Sebagai pemula dalam all-things-mythology, aku menemukan Mythology: An Illustrated Journey sebagai sumber bacaan yang informatif & menarik. Ulasan selengkapnya bisa dibaca dalam kirimanku di bulan Mei lalu, [16/05/20] Tentang Mythology An Illustrated Journey Into Our Imagined Worlds Karya Christopher Dell.
Memoar yang ditulis dalam bentuk kumpulan surat ini adalah bacaan cepat & lucu untuk penikmat nonfiksi di luar sana. Meskipun dibeli secara impulsif karena sedang diskon di Google Play Book, buku ini memang tidak mengecewakanku. Awalnya aku hanya ingin membaca beberapa surat saja sebagai pengantar tidur. Pada akhirnya aku malah begadang & menyelesaikan Dear Girls dalam sekali duduk. Ketika berbagi pengalamannya sebagai komedian stand-up perempuan keturunan Asia-Amerika di AS, Wong tidak pernah sekalipun menulis dengan nada menggurui. She remains hilarious & insightful until the very end, and I really enjoy that. Baca juga komentar yang aku tulis langsung setelah membaca Dear Girls di The Storygraph.
Thought-provoking dan well-written, It’s Not About the Burqa adalah buku menarik untuk pembaca yang ingin mencari tahu tentang isu feminisme dari sudut pandang WoC (Woman of Color), khususnya dalam konteks buku ini adalah wanita muslim. Aku merekomendasikan buku kumpulan esai ini untuk pembaca yang mencari bacaan nonfiksi eye-opening dan memperkaya sudut pandang kita sebagai seorang individu. 
Perjalanan self-discovery yang protagonis cerita ini lalui pasca bad breakup secara tidak terduga begitu mencerahkan hariku di bulan Juli 2020. Aspek erotika novel grafisnya tentu sangat menghibur untuk dibaca. Namun, hal yang membuat Cheat(er) Code masuk dalam daftar TOP 11 ini adalah fakta bahwa selain lucu & penuh dengan permainan kata, perkembangan karakter yang Kennedy lalui di sepanjang cerita sangat wholesome dan menyentuh hatiku sebagai pembaca. Aku merekomendasikan buku tipis ini untuk pembaca dewasa (21+) yang mencari sarana escapism penuh humor. Kalau tidak suka dengan buku yang dipenuhi explicit sex scenes, sepertinya Cheat(er) Code bukan buku untukmu. There’s a lot of those here…
Buku ini adalah kasus langka ketika buku yang aku on-hold selama beberapa tahun akhirnya menjadi bacaan favorit ketika aku coba baca lagi. Satu dan lain hal membuatku meninggalkan buku ini 5 tahun lalu. Lima tahun kemudian di 2020, aku memberi novel ini kesempatan kedua & menyelesaikannya dalam 2 kali duduk saja. It’s such a fun & fast book to read! Sejauh ini, Death on the Nile menduduki tempat kedua setelah And Then There Were None dalam daftar buku Agatha Christie favorit versiku. Trailer dari adaptasi film buku ini sebenarnya berjasa dalam membuatku membaca buku ini lagi. Aku akhirnya memutuskan untuk tidak menyaksikan film bersangkutan karena ingin menghindari rasa kecewa.
Buku ini mengingatkanku pada alasan kenapa aku jatuh hati pada buku kumpulan cerpen. Meskipun pada dasarnya adalah buku yang mengumpulkan beberapa cerita pendek yang bisa berdiri sendiri, Serayu Malam… begitu engaging ketika dibaca karena tokoh dalam masing-masing cerpennya secara tidak langsung pernah bersinggungan dengan satu sama lain. Kereta Serayu Malam yang menjadi pusat dari cerita boleh dibilang menyatukan kisah para tokoh ini. Menyelesaikan halaman terakhir dalam Serayu Malam… terasa seperti menutup sebuah lingkaran yang dimulai dari cerpen pertama sampai ditutup oleh cerpen terakhir. Tidak mengherankan kalau pengalaman membaca kumcer ini begitu memuaskan.
Kalau mencari bacaan historical romance singkat & menghibur, aku rasa novella ini adalah novella untukmu. The Perilous Life of Jade Yao punya semua hal yang menarik minatku: historical settings, format epistolary, gaya penulisan penuh humor, sampai wholesome romance. Novella ini seperti ditulis khusus denganku dalam pikiran. Jadi, tidak mengherankan bukan kalau buku bersangkutan akhirnya sampai di daftar TOP 11 ini.

From Here to Eternity mengingatkanku lagi pada cinta lama di dunia perbukuan: buku catatan perjalanan. Gaya penulisan luwes, kaya humor, dan penuh rasa hormat juga membuat buku ini menjadi bacaan nonfiksi yang paling berkesan dalam pikiranku selama satu tahun terakhir. Ulasan lengkap tentang buku ini bisa dibaca dalam kirimanku dari bulan Desember 2020: [10/12/20] Tentang From Here to Eternity karya Caitlin Doughty

Bacaan yang aku selesaikan di penghujung 2020 ini adalah tipe buku nonfiksi yang begitu menenangkan ketika dibaca pada masa sulit dalam hidup. Gaya penulisan yang mengalir juga membuat buku yang hampir 500 halaman ini aku baca dalam kurun waktu 3 hari saja. The writing is that amazing, indeed. Aku akan merekomendasikan Maybe You Should Talk to Someone untuk pembaca yang sedang mencari memoar well written & informatif. Ini juga merupakan buku untuk pembaca yang tertarik pada bacaan nonfiksi bertema psikologi.

Honorable Mention

Axiom’s End – Lindsay Ellis

Satu-satunya sci-fi yang aku baca di tahun 2020. Boleh jadi satu-satu seri yang akan aku ikuti rilisnya selama beberapa tahun ke depan. Aku tidak pernah menyangka novel tentang first contact antara manusia dan alien bisa semenarik ini.

Destroyer – Victor LaValle, Dietrich Smith

Novel grafis yang aku baca untuk Fortnight Frights Marathon 2020 ini adalah surat cinta untuk novel klasik Frankenstein karya Mary Shelley. Victor LaValle membuat retelling yang sarat akan kritik sosial terhadap kondisi sosial/budaya di Amerika Serikat saat ini, namun tidak lupa untuk menyelipkan secercah harapan dalam kisahnya. An interesting & somber graphic novel to read in this social climate.
Apa TOP 11 (atau TOP 3?) buku versi-mu untuk 2020?

>>>

Farah mendata buku yang dia baca di The Storygraph
Ingin tanya-tanya & tetap anonim? Kirim saja pertanyaanmu ke Curious Cat

[25/12/20] Pertanyaan/Jawaban Seputar Buku & Kegiatan Baca-Membaca

Some hard questions are answered & I’m suddenly contemplating about my journey as a reader

Tulisan ini terinspirasi oleh salah satu kiriman di blog haloreka. Pertanyaan-pertanyaan yang aku jawab dibuat oleh blogger dari Jane From the Blog & Words of the Dreamer dan dikumpulkan oleh My Big Mini World. Link menuju Q&A setiap blogger ini bisa ditemukan di bagian Bacaan Lanjutan di akhir tulisanku.
Selamat membaca perjalananku menjawab 30 pertanyaan & lebih mengenal diri sendiri sebagai pembaca!
1. Kalau beli buku, biasanya liat cover atau sinopsis di belakang buku tersebut?
90% melihat blurb (sinopsis di belakang buku). Ada kemungkinan 10% ketika sampul buku lebih menarik perhatianku. Tapi, pada akhirnya aku akan melihat blurb ketika memutuskan ingin beli atau tidak. Tidak bisa dipungkiri, ada kasus langka ketika aku membeli buku murni karena sampulnya & sungguh beruntung karena buku ini akhirnya menjadi salah satu buku favoritku. 
2. Adakah judul buku favorit kamu yang diadaptasi ke layar lebar? Do you prefer the movie or the book? Or both?
The Guernsey Literary and Potato Peel Pie Society! Buku yang pertama kali terbit hampir satu dekade lalu ini akhirnya diadaptasi menjadi film pada tahun 2018 dan didistribusikan oleh Netflix. Novel sumbernya sendiri termasuk dalam daftar TOP 11 Reads of 2019 versiku. Jadi, mungkin tidak mengejutkan kalau aku lebih menyukai novel daripada film adaptasinya. Hal yang aku sukai dari novel seperti format epistolary-nya & ~the wholesome book club vibe~, tidak terlalu terasa di film adaptasi yang akhirnya fokus pada romansa dua karakter ini.
3. Be honest! Kalau cuma boleh pilih di antara buku fisik dan e-book untuk dibaca seumur hidup, mana yang kamu pilih?
Kalau hitungannya seumur hidup tentu buku fisik. Kalau mengasumsikan aku hidup sampai > 65 tahun, mata yang sudah minus di usia muda ini sepertinya tidak akan kuat membaca e-book selama itu. It’s physical books all the way down, Folks.
4. Satu judul buku yang akan dibawa ketika harus diisolasi di sebuah pulau kosong (boleh yang udah pernah dibaca atau belum)
Aku akan membawa memoar Maybe You Should Talk To Someone yang baru aku tamatkan minggu lalu. Alasannya karena memoar ini tipe buku yang meskipun dibaca beberapa kali, pasti ada saja hal baru yang bisa dipetik. Selain itu, buku 432 halaman ini juga adalah buku yang cocok untuk dibaca ketika kamu melalui masa-masa sulit.
5. Quote favorit dari sebuah buku yang pernah dibaca
Tidak ada kutipan khusus yang langsung muncul di kepala. Jadi, aku akan berbagi salah satu kutipan yang aku tandai ketika membaca Maybe You Should Talk To Someone saja: 
“Sharing difficult truths might come with a cost — the need to face them, but there’s also a reward: freedom. The truth releases us from shame.” 
6. What’s your year-end book wishlist?
Honestly, I have none. Aku ada di titik dimana aku tidak terlalu tergesa-gesa untuk membeli buku. Kalau melihat daftar wishlist buku secara umum, aku sangat penasaran dengan antologi karya Bolu Babalola, Love in Colour: Mythical Tales from Around the World Retold.
7. Apakah kamu punya atau pernah baca buku yang penulisnya memiliki inisial sama dengan namamu?
Belum ada sampai tulisan ini ditulis di bulan Desember 2020.
8. Sebutkan masing-masing satu penulis favorit kamu dari Indonesia maupun luar negeri!
A.A. Navis dan Celeste Ng. Honorable mention cause I can’t help myself: Oscar Wilde.
9. Menurutmu, bagaimana cara untuk mengatasi reading slump?
Jangan memaksakan diri untuk membaca ketika memang tidak ingin. Setelah rehat beberapa hari, coba mulai dari bacaan ringan seperti novel grafis atau kumpulan cerpen yang bisa dibaca cepat. Bisa juga memunculkan semangat dengan membaca buku old-favorite kalau kamu tipe pembaca yang tertarik untuk membaca buku lebih dari satu kali.
10. Gimana sih caranya untuk memulai membaca non-fiksi? Kok kayaknya susah+berat banget memulainya.
Kesan susah & berat sepertinya muncul karena nonfiksi yang kamu lihat itu tidak cocok denganmu. Coba cari nonfiksi yang cocok dengan seleramu sebagai seorang pembaca. Cara mencari? Tentu harus coba-coba. Setelah coba-coba beberapa tahun terakhir, aku mulai menyadari bahwa tipe nonfiksi yang aku dinikmati adalah memoar & buku catatan perjalanan. Jadi, jangan ragu untuk memulai & bereksperimen. You’ll get there eventually.
11. Apa buku terbaik yang pernah kamu baca di dalam tahun ini?
Nonfiksi: From Here to Eternity (Caitlin Doughty)
Fiksi: Serayu Malam dan kisah-kisah lainnya (Muhamad Wahyudi)
12. Pernah beli buku di toko buku indie? Gimana kesanmu setelah membeli dari toko buku indie?
Pernah! Vibe belanja di toko indie memang terasa lebih “dekat” daripada belanja di toko buku besar. Aku juga suka bagaimana toko-toko ini memberi bonus/pernak-pernik kecil seperti bookmark atau kartu ketika kita belanja di sana.
13. Kamu tim fiksi atau non-fiksi?
A healthy dose of both actually 😆 Kalau ditanya tahun lalu, kemungkinan besar aku akan menjawab tim fiksi. Tapi, tren membaca pada tahun 2020 menunjukkan bahwa di masa depan ratio bacaku sepertinya akan mendekati 50% fiksi & 50% nonfiksi.
14. Apa buku yang pernah kamu baca tapi tidak sampai selesai? Kenapa?
Buku jenis ini ada banyak haha. Sampai tahun 2019, aku masih melabeli buku-buku ini “on-hold”. Di pertengahan 2020, aku akhirnya menerima bahwa aku tidak akan menamatkan sebagian besar buku berlabel on-hold ini & that’s okay. Di akhir hari, aku memang membaca untuk bersenang-senang. Akan ada buku yang gaya penulisannya tidak terlalu cocok denganku & buku yang tidak aku tamatkan karena sudah kehilangan minat. Aku tidak punya energi lagi untuk membaca buku yang tidak aku nikmati proses membacanya. Aku menggunakan mindset ini setelah satu buku yang tidak aku selesaikan (DNF) di tahun 2020 hampir membuatku mengalami reading slump berkepanjangan 😂 
15. Apa buku yang pernah kamu baca sampai berulang-ulang?
Aku sudah membaca Trilogi The Hunger Games 🔥 untuk kali ketiga di tahun 2020! Juga ada rencana untuk baca prequel-nya, tapi sepertinya baru akan terealisasi tahun depan.
16. Ada nggak tempat khusus untuk membaca?
Aku biasanya membaca di tempat tidur. Kalau tidak, aku akan mencari pojokan/kursi terdekat.
17. Buat nandain buku, lebih suka bookmark atau kertas random?
Aku menggunakan apa yang ada, tapi belakangan memang sudah rutin memakai bookmark karena entah bagaimana punya banyak 😀
18. Kalau lagi baca terus pingin berhenti, berhentinya seketika itu atau nunggu dulu misal nunggu ganti bab atau nunggu halaman sekian dulu? Lebih suka baca skip-skip atau berurutan? Membaca seharian atau berhari-hari?
  • Buatku idealnya memang berhenti di akhir bab. Harus aku akui, ada momen ketika aku langsung berhenti di halaman itu karena bagian yang dibaca terlampau berat atau membuat kesal.
  • Aku tipe pembaca yang berurutan.
  • Tergantung buku yang dibaca! Ada buku yang asyik dibaca sekali duduk. Ada juga buku yang harus dibaca beberapa hari supaya tidak membuat pusing sendiri.
19. Cara menyisihkan waktu untuk membaca?
Kalau kamu tipe orang yang menyusun jadwal, bisa dimulai dengan memang menjadwalkan waktu khusus untuk membaca di to-do-list harian. Metode yang efektif buatku sendiri adalah membaca sebelum tidur di malam hari. Kalau membaca di pagi, aku suka lupa waktu & kesulitan untuk berhenti. Membaca di siang hari sendiri hanya bisa dilakukan di sela-sela waktu. Jadi malam memang waktu paling pas buatku. Masing-masing pembaca punya cara tersendiri & kita tahu mana yang paling cocok ketika sudah mencoba sendiri.
20. Waktu baca suka disambi ngemil atau minum nggak? Ada cemilan khusus atau minuman khusus buat nemenin baca?
Tidak ada. Kalau sudah keasyikan membaca, aku bisa sangat fokus ke buku & lupa dengan lingkungan sekitar. Kalau sudah seperti ini aku tidak akan ingat untuk ngemil atau minum. 
21. Baca bukunya sambil dengerin musik, suara TV, atau hening?
Aku lebih menikmati kegiatan baca-membaca di suasana hening.
22. Baca tanpa suara atau bersuara?
Tanpa suara. Kadang aku akan bersuara kalau mencoba memahami bagian buku yang agak rumit.
23. Suka nulisin buku nggak? Nandain quote-quote favorit?
  • Aku coba-coba menulis langsung di buku tahun ini and it’s nice! Walaupun begitu, aku masih lebih sering menulis di sticky note yang aku sematkan ke buku daripada menulis langsung di bukunya.
  • Ya! Aku gemar menandai kutipan yang aku suka. Sayang sekali, aku belum menemukan cara yang tepat untuk menyimpan kutipan-kutipan ini sehingga bisa lebih mudah dicari.
24. Biasanya lebih tertarik cover yang seperti apa? Ilustrasi simpel kah atau bagaimana?
Aku tertarik dengan sampul buku yang skema warnanya unik atau menarik mata. Sampul dengan design sederhana & skema warna cerah biasanya juga otomatis menangkap perhatianku. Beberapa buku yang aku suka sampulnya: Little Fires Everywhere, Less, & From Here to Eternity
25. Apakah pernah membanggakan sebuah buku lalu menceritakannya kepada mantan, eh pada teman maksudnya. Bahkan dengan cara terbaik agar dia tertarik untuk membaca buku yang kamu rekomendasikan. Terus apa bukunya?
Aku pernah melakukan ini untuk buku Ahmad Tohari, Mata yang Enak Dipandang. Si teman akhirnya ikutan membaca buku kumcer ini & menyukai banyak cerpen di dalamnya! It’s awesome moments all around.
26. Apakah pernah terjadi sesuatu hal yang sama terhadap kisah/cerita pada kehidupan nyatamu setelah beberapa banyak buku yang kamu baca?
Sejauh ini belum pernah. 
27. Dari sekian banyaknya buku yang pernah dibaca, adakah buku yang bergenre sci-fi kalau ada judulnya apa, pengarangnya siapa, lokal kah atau non lokal?
Aku hampir tidak pernah membaca buku sci-fi. I don’t have enough brain cells to process them most of the time. Tapi, aku akhirnya membaca buku sci-fi luar negeri, Axiom’s End, tahun ini karena penulis bukunya, Lindsay Ellis, adalah salah satu video essayist favoritku di Youtube. Aku berhasil membaca buku ini dalam sekali duduk pada bulan September lalu & tidak sabar menunggu buku keduanya yang akan terbit tahun depan.
28. Jika suatu saat kamu menulis buku fiksi, dimana lokasi cerita berada dan kenapa?
I don’t think I will ever write one, honestly. Aku benar-benar tidak punya jawaban untuk pertanyaan ini 😌
29. Siapa tokoh fiksi yang bisa membuat kalian kagum? (dilihat dari sifat/ kepribadiannya)
Lagi-lagi aku tidak punya jawaban untuk ini. I never look at fictional characters this way, I think. Kalau ini adalah pertanyaan yang wajib dijawab, aku sepertinya akan memilih Katnis Everdeen cause she gets things done.
30. Kamu baca fanfiction nggak? Kalau iya, biasa baca dalam bentuk buku fisik atau online (Wattpad, forum, dll)? Kalau nggak baca, alasannya kenapa?
Iya! Aku adalah pembaca setia FF sejak 2012. Dari era FF di Livejournal sampai ke AO3, membaca FF adalah kegiatan harianku. Jauh sebelum aku betah membaca e-book, aku sudah betah membaca FF secara daring melalui browser HP. Beberapa tahun terakhir, aku mencari asupan FF di AO3 (Archive of Our Own). Kebiasaan ini sangat membantuku dalam mengembangkan kemampuan bahasa Inggris. Ratusan FF yang aku baca selama delapan tahun terakhir sangat berjasa dalam membuatku nyaman ketika akhirnya mulai membaca buku-buku berbahasa Inggris.
Terima kasih karena sudah membaca kiriman ini sampai akhir!
Dalam proses menulis dan menjawab beragam pertanyaan ini, aku jadi merenungkan perubahan yang aku lalui sebagai pembaca dari tahun ke tahun. Siapa sangka ternyata tanya/jawab tentang buku bisa menjadi sarana refleksi diri secara tidak langsung.
>>>
Farah mendata buku yang dia baca dengan The Storygraph.

Bacaan Lanjutan

[Words of the Dreamer] JanexLia Answered.
[Words of the Dreamer] JanexLia Answered #2.
[Jane From the Blog] JanexLia Answered
[Jane From the Blog] JanexLia Answered #2
[My Big Mini World] QnA about Books and Reading

[09/05/20] Sebuah Alasan Konyol Untuk Membeli Buku

“The thing about impulsive buying is… You start making reasons in your head to justified that decision. Sometimes, the reasons are questionable at best & down right dumb at worst.”


Aku dan impulsive buying adalah kawan lama. Ketika belum mengenal belanja daring, aku akan rutin berkunjung ke toko buku hampir setiap minggu. Niat untuk lihat-lihat memang hanya tinggal niat karena aku akhirnya akan pulang membawa buku baru juga. Ketika mengenal Toko Buku Daring Periplus  dan mobile banking, aku semakin menjadi-jadi. Jari-jari ini begitu ringan menambah buku yang menarik hati (dan mata) ke dalam keranjang.
Impuls ini mulai tertahan setelah aku membaca buku Marie Kondo yang ternama itu. Setelah menyaksikan puluhan video bertema minimalism di Youtube, impuls ini semakin surut dan bisa aku kendalikan. Somehow, I managed to not buy any books at Big Bad Wolf (BBW) sale this year. Menariknya, terkadang pada satu titik ada momen ketika rem ini mendadak jebol. Setelah bertahan cukup lama tanpa membeli buku baru, otak ini mendadak tidak peduli lagi & langsung membeli buku yang ada di depan mata saat itu juga. Aku boleh dibilang hampir tidak pernah menyesal membeli buku. Cepat atau lambat aku yakin akan membaca buku itu pada akhirnya.
Aku hanya bertanya-tanya, is there any point in restraining myself at all? Toh, pada akhirnya dari waktu ke waktu aku akan tetap mengikuti impulsku untuk membeli buku yang kadang, dalam kondisi normal, akan aku pikir dua kali dulu sebelum beli. Aku masih percaya bahwa mindfulness adalah salah satu hal yang berguna untuk diterapkan dalam hidup. Tapi, sepertinya masih ada jalan panjang yang harus aku tempuh sebelum bisa menerapkan mindset ini kalau berhadapan dengan buku.
Setelah melewati BBW Daring tanpa kembali dengan buku baru, aku yang singgah ke Periplus untuk melihat-lihat pada 6 Mei lalu akhirnya mengeluarkan uang setelah vakum belanja buku hampir 2 bulan. Aku mendadak menyadari betapa konyolnya alasan yang aku buat dalam kepala untuk menjustifikasi pengeluaran ini.
Ayo kita mulai dari awal.
>>>>
Siang itu, aku menerima email promo Mother’s Day dari Periplus. Ini bukan email promo pertama yang aku terima tentu saja. Setelah menerima email-email sebelumnya, aku akan mampir melihat-lihat, ber-oh ah pada beberapa judul menarik yang sedang diskon, untuk kemudian keluar dengan tangan kosong dan melanjutkan hariku. Hari itu, sayangnya, satu judul membuatku berhenti melihat-lihat;
Gambar merupakan hasil suntingan dari tangkapan layar situs Toko Buku Daring Periplus.
Respons yang seolah agak berlebihan ini sebenarnya bukan semata karena harga bukunya yang turun lumayan jauh. Aku punya urusan tidak selesai dengan serial tempat buku ini bernaung.
Mari kita mundur lebih jauh lagi…
Aku mengenal A Discovery of the Witches berkat serial TV adaptasi yang rilis pada 2018 lalu. Ketika berselancar di Play Books dan berpapasan dengan bundel trilogi karya Deborah Harkness ini, tentu tanpa ragu aku langsung membeli bundel bersangkutan. I love the TV adaptation, of course I would love the book too, right? Well, realita ternyata tidak semanis itu  🙍
Duo Matthew Goode & Teresa Palmer begitu rupawan di serial ini. (Sumber gambar dari sini)
Karakter utama wanita seri ini, Diana Bishop, pada awalnya digambarkan sebagai seorang strong independent woman™️. Seiring dengan bergulirnya cerita, karakter Diana perlahan berubah menjadi 11 12 dengan karakter Bella Swan dari rangkaian novel Twilight. Helpless & somehow losing the quality that I admired in her. Kalau diingat-ingat lagi, perubahan ini memang terjadi juga dalam serial TV-nya. Entah kenapa, transformasi ini terasa lebih mengejutkan buatku ketika aku membaca sendiri dalam novelnya. Ini bukan hal buruk tentu saja. The thing is… Karakter semacam ini mungkin cocok untuk Farah sebagai pembaca di usia 15 tahun.  Untuk Farah yang merupakan pembaca di usia 20-an awal, however, not really.
Kasus All The Boys I’ve Loved Before akhirnya terulang lagi. Aku lebih menyukai versi adaptasi dua judul ini alih-alih novel sumbernya karena perubahan selera yang aku alami sebagai pembaca.
Novel bundel A Discovery of Witches pun berdiam diri di rak TBR-ku selama dua tahun terakhir. Trilogi ini menjadi salah satu dari beberapa buku yang punya “urusan tidak selesai” denganku. Ketika baru selesai menyaksikan A Discovery of Witches, aku sangat bersemangat ingin membaca Time Convert karena kisah yang ditawarkannya. Dari sinopsis yang ada, novel ini akan fokus pada masa lalu salah satu karakter pendukung dari trilogi asli yang latar belakangnya memang membuat penasaran. Sayangnya, ketika itu harga buku ini masih lumayan tinggi. Kenyataan bahwa aku mandek di tengah trilogi A Discovery of Witches pun akhirnya membuat novel ini menghilang dari radarku… Sampai saat ini.
Justifikasi konyol yang aku buat dalam kepala ketika secara impulsif membeli Time Convert adalah; Hmmm, kalau beli buku ini pasti akhirnya tergerak untuk menyelesaikan trilogi A Discovery of Witches dari 2 tahun lalu 🤡
 
Dari lubuk hati yang paling dalam aku tahu alasan ini konyol. But I run with it anyway. Aku harap dalam beberapa bulan ke depan aku bisa menulis tulisan follow-up tentang bagaimana aku MEMANG menyelesaikan seri ini. Until then, I will just bask in my own clownery  🙃😘🤪 
 
Jadi, Sebuah Alasan Konyol Untuk Membeli Buku = Sebagai ~Pemicu~ Agar Mulai Membaca Buku Lain yang Sudah Ditimbun Sejak Dua Tahun Lalu 🥴

 
Apa kamu punya alasan tidak biasa tersendiri untuk menjustifikasi belanja buku impulsif? Or do you just simply embrace it?

Tulisan Lain Dalam Kiriman Ini

Farah di tempat lain: Goodreads | Instagram | Twitter