“Kini aku mengaku bersalah, karena terlalu ceroboh, terlalu penasaran, terlalu sok tahu…” – Kotak Persegi Panjang, Edgar Allan Poe
Informasi Buku
Judul: Kisah – Kisah Tengah Malam
Penulis: Edgar Allan Poe
Penerjemah: Maggie Tiojakin
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 9789792265378
Tahun publikasi: 2017 (pertama kali dipublikasikan tahun 2010)
Cetakan: keempat (Juli 2017)
Jumlah halaman: 245 halaman
Buku: milik pribadi
Temukan buku ini di Goodreads
Blurb
Kisah-Kisah Tengah Malam berisi tiga belas cerita pendek karya klasik Edgar Allan Poe. Masing-masing cerita di sini akan membawa pembaca menuju pengalaman unik yang penuh ketegangan, teror, dan misteri. Beberapa cerpen Edgar Allan Poe yang terkenal seperti Black Cat, The Fall of the Usher, dan Tell-Tale Heart bisa Anda temukan dalam kumpulan cerpen ini.
Saat membaca Kisah-Kisah Tengah Malam, Anda akan diajak memasuki rumah tua misterius, pembalasan dendam, kegelisahan sang pembunuh, hingga terombang-ambing dalam badai di lautan. Dan pada akhirnya, cerpen-cerpen pilihan di sini akan membawa Anda terkagum-kagum pada master horor gotik, Edgar Allan Poe.
Menurut Farah Tentang Buku Ini
Kisah – kisah Tengah Malam merupakan sebuah buku kumpulan cerpen yang memuat 13 cerpen klasik yang ditulis dalam rentang tahun 1830-an hingga 1840-an oleh Edgar Allan Poe. Diam-diam aku mengasumsikan bahwa alasan dibalik pemilihan “13” cerpen ini adalah karena reputasi Poe yang terkenal sebagai penulis genre horor gotik/misteri. Seperti yang sama-sama kita ketahui, angka 13 memang sarat dengan kesan horor dan angker. Atmosfir dari ketigabelas cerita di dalam buku ini memang bisa dibilang suram dan sarat akan teror.
Seperti yang dinyatakan dalam blurb-nya, buku ini akan membawa kita untuk melihat dari sudut pandang seorang pembunuh, menyaksikan pembalasan dendam yang kejam, dan bahkan merasakan sensasi ketika terjebak dalam badai nan dahsyat. Tidak hanya itu saja, Poe juga berhasil mengolah berbagai tema cerita lain yang penuh dengan misteri serta teror ke dalam cerpen-cerpen di buku ini.
Tema dari masing-masing cerpennya yang cukup gelap juga membuatku tidak kuasa membaca buku ini cepat-cepat. Terkadang dalam membaca kita memang akan menemukan beberapa buku yang terasa begitu “ringan”. Buku-buku “ringan” ini begitu mengalir ketika dibaca dan tanpa kita sadari ternyata kita sudah selesai membaca bukunya. Sayangnya, Kisah – kisah Tengah Malam bukanlah tipe buku seperti itu. Cerpen-cerpen dalam Kisah – kisah Tengah Malam adalah tipe cerpen yang harus dibaca lamat-lamat agar kita dapat memahami dan merasakan sensasi ceritanya secara utuh. Berikut adalah daftar 13 cerpen yang ada dalam buku ini:
- Gema Jantung yang Tersiksa
- Pesan Dalam Botol
- Hop-Frog
- Potret Seorang Gadis
- Mengarungi Badai Maelstrom
- Kotak Persegi Panjang
- Obrolan dengan Mummy
- Setan Merah
- Kucing Hitam
- Jurang dan Pendulum
- Pertanda Buruk
- Willian Wilson
- Misteri Rumah Keluarga Usher
Gaya penulisan Poe yang lugas, detail, dan terkesan cerdas sukses memperkuat hawa teror dan misteri yang melingkupi sebagai besar cerpen di buku ini. Membaca buku ini disiang hari saja sudah membuatku bergidik ngeri di beberapa bagian. Hal yang aku kagumi dari gaya penyampaian cerita ala Edgar Allan Poe adalah bagaimana Poe mampu memberi kesan cerdas lewat tulisan-tulisannya (aku pikir beliau memang cerdas, genius bahkan!).
Kesan ini sangat aku rasakan lewat cerpen yang bertajuk “Obrolan Dengan Mummy”. Secara garis besar, “Obrolan Dengan Mummy” berkisah tentang bagaimana sekelompok pria pada akhirnya terlibat dalam obrolan seru dengan Mummy yang pada awalnya ingin mereka bedah untuk keperluan ilmu pengetahuan. Para pria ini akhirnya duduk bersama dengan si Mummy dan mendiskusikan berbagai hal, mulai dari perkara bagaimana Sang Mummy bisa bertahan dan hidup selama beratus-ratus tahun hingga perkara terkait politik dan kehidupan di era Sang Mummy. Cerpen ini juga ditutup dengan ending yang bisa dibilang ironis dan bahkan “lucu” (dalam konotasi dark humor). “Obrolan Dengan Mummy” adalah salah satu dari dua cerpen favoritku di buku kumpulan cerpen ini.
Cerpen favoritku yang lain bertajuk “Kotak Persegi Panjang”. Cerpen ini bisa dibilang agak bernuansa melankolis tapi tetap sarat akan misteri. Jiwa-jiwa sentimental sepertiku agaknya mudah terpikat dengan cerpen seperti ini. Namun, di balik kisah melankolisnya aku pribadi mengambil kesimpulan bahwa sikap penuh curiga dan ingin ikut campur urusan orang lain tidak pernah ada faedahnya.
Aku juga ingin mengapresiasi penerjemah di balik ketigabelas cerpen ini. Menerjemahkan karya fiksi pastilah bukan perkara yang mudah. Belum lagi ketika menerjemahkan kisah horor, penejermah pastinya harus putar otak agar hawa horor dari kisah di bahasa sumber tersampaikan semaksimalnya ketika diterjemahkan ke bahasa target. Terjemahan bahasa Indonesia dalam buku ini lumayan enak untuk dibaca. Aku juga masih dapat merasakan hawa angker dari ceritanya. Jempol untuk Maggie Tiojakin yang menerjemahkan buku ini dengan baik.
Kalau kau mengaku sebagai penggemar cerita-cerita horor/misteri/thriller, aku pikir buku ini adalah bacaan wajib untukmu.
Rating
3,5/5