karya J. D. Salinger terdengar begitu relatable
di telinga awam Farah.
Podcast: Sebuah Medium Relaksasi Teranyar
yang aku biasakan setiap hari untuk berelaksasi. Sebagai seorang
pembaca, tidak mengherankan memang kalau aku otomatis tertarik pada podcast dengan tema yang tidak jauh dari
dunia perbukuan. Sebagai pendengar podcast
awam, menemukan podcast yang
cocok dengan selera memang bukan hal mudah. Entah karena aku saja yang belum
terlalu pandai mencari atau memang karena sumber daya terbatas, aku merasa
tidak begitu banyak pilihan tersedia untuk podcast
sastra baik lokal maupun mancanegara. Melalui serangkaian trial and error, aku pun akhirnya
menemukan beberapa podcast favorit.
berbahasa Inggris sendiri, Harry Potter and the Sacred Text adalah
salah satu favoritku. Aku mengapresiasi bagaimana podcast ini mengeksplorasi setiap bab dalam novel Harry Potter lewat
sudut pandang tertentu dalam episode-episode-nya (temukan ulasanku tentang ke-7 novel Harry Potter di sini). Aku akan bercerita lebih
lanjut tentang podcast Harry Potter ini dalam
kiriman lain. Kalau bicara podcast lokal, selama beberapa waktu aku masih kesulitan mencari podcast yang “klop”
dan stimulating ala podcast Harry Potter yang aku sebut
di atas. Penantian untuk podcast nan “klop”
ini pun berakhir ketika aku tanpa sengaja menemukan Coming Home With Leila Chudori lewat Instagram…
Selayang
Pandang Tentang Coming Home With Leila
Chudori
Pandang Tentang Coming Home With Leila
Chudori
Coming Home With Leila Chudori merupakan
podcast sastra yang dirilis atas kerja sama Gentle Media, Penerbit KPG, dan Leila Chudori. Episode pembuka dari podcast ini mengudara pada 20 Agustus 2019 &
mengundang Mira Lesmana sebagai bintang tamu. Dalam episode pertama, pendengar
akan disuguhkan dengan perbincangan seru antara Leila Chudori & Mira
Lesmana tentang ciri khas & keunikan karya penulis Jepang, Haruki
Murakami. Lebih lanjut lagi, Leila Chudori juga berbagi pendapat tentang
bagaimana karya Murakami memiliki kesamaan tema dengan karya-karya Alice Ann
Munro, penulis Kanada penerima Nobel Sastra 2013, yang sedang Beliau baca.
Sampai tulisan ini dirilis (Senin, 16
September 2019), Coming Home With Leila
Chudori sudah merilis 4 episode. Podcast yang dijadwalkan rilis setiap
hari Rabu ini diharapkan dapat memunculkan rasa penasaran dan membuat
pendengarnya tergerak untuk ikut membaca buku yang telah dibahas dan disinggung
oleh sang host dan para bintang tamu.
Tujuan ini (sepertinya) sudah tercapai kalau menjadikan aku sebagai indikator penilaiannya. Jumlah buku yang ingin aku baca sudah bertambah secara signifikan pasca
mendengarkan 4 episode podcast ini.
Tapi, ada satu episode yang meninggalkan
kesan dalam & menggerakkan tangan untuk mengetik kiriman yang
sedang teman-teman baca ini.
podcast sastra yang dirilis atas kerja sama Gentle Media, Penerbit KPG, dan Leila Chudori. Episode pembuka dari podcast ini mengudara pada 20 Agustus 2019 &
mengundang Mira Lesmana sebagai bintang tamu. Dalam episode pertama, pendengar
akan disuguhkan dengan perbincangan seru antara Leila Chudori & Mira
Lesmana tentang ciri khas & keunikan karya penulis Jepang, Haruki
Murakami. Lebih lanjut lagi, Leila Chudori juga berbagi pendapat tentang
bagaimana karya Murakami memiliki kesamaan tema dengan karya-karya Alice Ann
Munro, penulis Kanada penerima Nobel Sastra 2013, yang sedang Beliau baca.
Sampai tulisan ini dirilis (Senin, 16
September 2019), Coming Home With Leila
Chudori sudah merilis 4 episode. Podcast yang dijadwalkan rilis setiap
hari Rabu ini diharapkan dapat memunculkan rasa penasaran dan membuat
pendengarnya tergerak untuk ikut membaca buku yang telah dibahas dan disinggung
oleh sang host dan para bintang tamu.
Tujuan ini (sepertinya) sudah tercapai kalau menjadikan aku sebagai indikator penilaiannya. Jumlah buku yang ingin aku baca sudah bertambah secara signifikan pasca
mendengarkan 4 episode podcast ini.
Tapi, ada satu episode yang meninggalkan
kesan dalam & menggerakkan tangan untuk mengetik kiriman yang
sedang teman-teman baca ini.
J.D.
Salinger, Rasa Sepi, & Alienasi Dalam Coming
Home With Leila Chudori Episode 2
lagi di telingaku. Nama beliau begitu familiar berkat novel The Cathcher in the Rye yang judulnya
begitu menempel di otak, tapi mengundang tanya karena aku tidak yakin apa makna
frasa ini. Tidak sekali-dua kali buku ikonik Salinger ini mampir ke radarku. Aku
pikir rasa ragu dalam diri untuk membaca novel ini muncul berkat mixed review yang dilayangkan
orang-orang. The Cathcher in the Rye ini
sepertinya Exhibit A untuk buku yang ‘you either love it or hate it, there is no
in between’.
untuk “berjudi” dan membaca buku yang memunculkan pendapat yang terpolarisasi kuat
semacam ini. Aku mulai merevisi pendapat ini setelah mendengar
perbincangan penuh gairah Dian Sastrowardoyo & Leila Chudori tentang sosok
J.D. Salinger yang misterius. Meskipun membuka pembicaraan lewat The Cathcher in the Rye, kedua wanita
ini juga membahas karya lain Salinger & kesamaan motif/tema yang muncul di
dalamnya; tentang rasa sepi dan perasaan terasingkan (alienasi). Perbincangan
ini bermuara pada hipotesis tentang bagaimana karya-karya Salinger merupakan “gambaran”
dari kepribadian sang penulis yang tidak biasa & sudut pandang Salinger yang
merasa frustasi akan dunia dan tatanan sosial di dalamnya yang seringkali “phony/palsu”. Secara pribadi, diskusi
tentang The Cathcher in the Rye-lah yang paling membekas di benakku.
spesifik, aku sangat terkesan dengan keluwesan Dian Sastrowardoyo dalam menggambarkan
impresi yang dia dapat dari tokoh protagonis dalam The
Cathcher in the Rye, Holden Caufield. Usaha Dian Sastrowardoyo untuk berempati
dengan karakter Holden yang dipenuhi rasa marah dan frustasi membuatku mempertimbangkan
sudut pandang baru tentang karakter ini. Dari beberapa ulasan The Cathcher in the Rye yang sempat aku
baca, aku memang menangkap rasa frustasi sebagian besar pembaca akan narasi
menggebu-gebu & kaya emosi ala novel ini. Setelah mendengarkan podcast ini, aku merasa cukup tahu &
siap untuk menyelam dalam spiral emosi
ala Holden. Latar belakang Dian Sastrowardoyo sebagai seorang aktris sendiri juga
terasa lewat betapa ekspresifnya Beliau menyampaikan pendapatnya dalam episode
kedua ini
Pada akhirnya, aku rasa episode ini
terasa begitu berkesan karena aku seolah bisa “menemukan” diri sendiri di
dalamnya. Aku sempat terkejut karena aku tidak menduga akan merasa se-related-ini dengan salah satu karakter dalam novel J.D. Salinger. Lewat
deskripsi yang muncul dari perbincangan tentang karakter Holden, aku seolah
dapat berempati dengan rasa frustasi dan amarah yang membakar remaja ini. Rasa
frustasi dan amarah yang sepertinya berakar dari rasa sepi & perasaan terasingkan
dalam lingkungan sosial. Frustasi karena sejauh mata memandang, dunia yang
terlihat olehnya hanya dunia yang shallow
dan terasa superficial.
Aku juga dapat
berempati dengan Holden yang bisa marah sejadi-jadinya hanya karena hal yang terlihat sepele &
sebenarnya tidak penting. Cause I have
been there too. Kesadaran inilah yang membuatku tidak sabar ingin segera membaca The Cathcher in the Rye. I feel like I need this book now more than ever.
Aku
sangat berterima kasih pada Coming Home
With Leila Chudori yang telah merilis episode yang mencerahkan &
melegakan ini. Ikuti podcast ini di Instagram & dengarkan via Spotify.
yang menantikan Dian Sastrowardoyo untuk diundang kembali ke podcast ini.)
sempet mikir-mikir mau dengerin podcast ini whether or not it's good, tapi akhirnya tertarik juga. membuka wawasan, dan nambah ilmu-ilmu kesusatraan juga.