Di hari ketika Liz Emerson mencoba bunuh diri, Hukum Gerak Newton dibahas di kelas Fisika. Kelembaman, gaya, massa, gravitasi, kecepatan, percepatan… semua itu belum masuk benar ke kepalanya, tetapi seusai sekolah Liz mempraktikkan hukum-hukum itu dengan melajukan mobilnya ke luar jalan raya.
Kini Liz terbaring sekarat di rumah sakit, dan dia bisa meninggal kapan saja. Seperti halnya Liz tidak memahami Hukum Gerak Newton, orang-orang juga tidak memahami kenapa kejadian nahas ini menimpa Liz Emerson, gadis paling populer dan paling tangguh di Meridian. Tetapi aku paham. Aku bersamanya sewaktu mobil menabrak pagar pembatas jalan dan berakhir di dasar bukit. Aku paham kenapa kami jatuh bebas di tempat itu di minggu ketiga bulan Januari. Aku tahu alasan Liz mengakhiri hidupnya. Aku paham kesedihan yang dialami Liz, alangkah kesepiannya dia dan betapa hancur hatinya.
Setiap aksi menghasilkan reaksi. Namun Liz Emerson tidak perlu lenyap dari dunia ini, bukan?
[THIS REVIEW CONTAIN A MINOR SPOILER, READ AT YOUR OWN RISK]
Menurut Farah Tentang Buku Ini
Definition of fall into place
Sedih. Sangat teramat sedih. Kalau diminta untuk mendeskripsikan buku ini, kata “sedih” akan langsung terlontar dari mulutku. Dari blurb bukunya saja, memang telah tergambar bagaimana kisah dalam Falling into Place akan terkuak menjadi sebuah kisah miris yang menyedihkan. Buku ini bisa dibilang memuaskan kegandrunganku pada buku-buku atau cerita-cerita yang menyedihkan. Ada tipe orang yang merupakan penganut happy ending garis keras. Akan tetapi, aku malah sebaliknya. Aku lebih cenderung menyukai cerita yang ditutup dengan akhir gantung (vague) atau bahkan sad ending sekalian. Sudah beberapa waktu berselang sejak aku terakhir kali membaca novel panjang dengan perkembangan cerita semenyedihkan novel ini.
Sebenarnya dari berbagai buku yang telah aku baca tahun ini (yang sebagian besarnya adalah buku kumpulan cerpen) tidak sedikit aku temukan cerita miris dan menyedihkan yang memang langsung melekat erat di benakku. Sampai sekarang pun aku bahkan masih belum bisa move on dari kisah sedih “Gincu ini Merah Sayang” dari buku kumpulan cerpen Eka Kurniawan Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi. Akan tetapi, meskipun cerpen bisa menjadi sangat menyedihkan (aku sangat menyukai tipe cerpen seperti ini) tetap saja cerpen adalah cerpen. Cerita pendek. Dimensi kesedihan yang diciptakan oleh cerpen dan novel sungguh berbeda. Cerpen dengan singkatnya memang acap kali meninggalkan kesan kesedihan yang singkat namun sangat menohok. Namun, dalam novel kesedihan dibangun secara perlahan-perlahan dan berkembang sedikit-sedikit sampai pada akhirnya mencapai puncak kesedihan itu.
Dalam Falling into Place, kita akan dibawa untuk menelusuri kisah sebenarnya dibalik kecelakaan mobil (dalam rangka bunuh diri) yang dilakukan oleh Liz Emerson. Seorang gadis siswi sekolah menengah atas yang populer dan (menurut orang-orang di sekitarnya) sama sekali tidak memiliki alasan untuk melakukan bunuh diri. Novel ini terdiri 82 bab singkat dan epilog sebagai penutup. Alur ceritanya merupakan alur maju-mundur dan dipenuhi juga dengan flashback ke masa lalu seorang Liz. Hal yang menarik dari novel ini adalah narator yang menjabarkan kisah Liz ini. Meskipun dalam sebagian besar bab cerita dituturkan lewat sudut pandang orang ketiga serba tahu. Ada beberapa bab yang menarik karena seolah dituturkan dari sudut pandang orang ketiga dan “aku” yang seakan-akan ikut terlibat dalam cerita. Berikut adalah spekulasiku terkait siapakah sudut pandang “aku” dalam novel ini:
[WARNING: SPOILER A HEAD, READ AT YOUR OWN RISK]
SOROT BAGIAN TAK TERLIHAT DI BAWAH INI UNTUK MELIHAT SPOILER
Aku menduga bahwa narator “aku” dalam novel ini tidak lain dan tidak bukan adalah teman khayalan dari karakter Liz. Beberapa clue bahwa Liz memiliki seorang teman khayalan di masa kecilnya sesungguhnya terselip dalam beberapa bagian novel. Menurutku petunjuk paling kentara ada di bagian ini:
“Sebentar lagi Liz akan mulai tumbuh dewasa. Semakin bertambah usianya, semakin dia tidak tertarik untuk mencari, semakin mudah perhatiannya teralihkan oleh televisi dan camilan serta cerita-cerita, semakin dia tidak peduli meski tidak menemukanku.” – Potret: Sembunyi, 92.
Setelah membaca profil Amy Zhang, Sang penulis dari novel Falling in Place, aku semakin yakin dengan dugaanku ini:
Amy Zhang used to have lots of imaginary friends. When people told her to grow up, she turned her imaginary friends into characters and started telling their stories.
Bagaimana menurutmu?
[SPOILER WARNING -END-]
SILAKAN TERUS MEMBACA DENGAN NYAMAN ^^
Pada halaman pertama novel kita akan disambut oleh 3 Hukum Gerak Newton. Penulis menghubungkan ketiga hukum ini dengan tindakan yang dilakukan oleh Liz di sepanjang novel. Ini juga merupakan salah satu hal menarik lain dari novel Falling into Place. Aku merasa bernostalgia ke zaman pelajaran Fisika di SMA.
Dalam novel ini, kita juga akan mengetahui bagaimana dampak dari kesedihan dan penyesalan dalam yang bertumpuk sedikit demi sedikit hingga semakin besar dalam diri seorang Liz. Bagaimana mencekiknya kesunyian bagi seorang Liz. Bagaimana gadis ini menyesali hal yang pernah dia lakukan dan yang tidak pernah dia lakukan. Liz pun akhirnya terperangkap dalam siklus toksik yang dia ciptakan sendiri dan dia rasa tidak mampu untuk dia ubah lagi.
Setelah membaca novel Falling into Place kita akan mengerti bagaimana rangkaian kejadian-kejadian yang ada menjadi masuk akal dan kemudian berakhir dengan tindakan yang dilakukan Liz.
Everything finally fall into place
[Aku sangat menyukai bagaimana judul dari novel ini, cover novelnya dan ceritanya terhubung dengan sangat pas]
Aku akan menutup resensi ini dengan bagian favoritku dari novel ini:
Dia akhirnya menyadari bahwa dia sendirilah, Liz Emerson, yang merupakan reaksi sama besar dan berlawanan arah. Yang menjadi hasil adalah dirinya sendiri. Diinjaknya pedal gas kuat-kuat. – 301
Rating
3.6/5