Farah’s TOP 11 Reads for 2021

Yuk intip daftar 11 (+2) buku berkesan yang aku baca pada tahun 2021! 📚

Setelah sempat tergeser oleh nonfiksi dalam daftar terdahulu, buku fiksi kembali mengambil tempat dalam daftar Top 11 Reads 2021. Nonfiksi tidak sepenuhnya lenyap tentu saja. Memoar dan buku kumpulan esai sepertinya dengan setia masih akan menjadi perwakilan untuk buku nonfiksi dalam daftar tahunan ini, setidaknya untuk beberapa tahun mendatang.

2021 juga menandai kembalinya bacaan fiksi yang sudah menjadi makanan pokok-ku sebagai pembaca selama beberapa tahun: fiksi bittersweet dan agak mellow. Era buku fiksi lucu & heart-warming yang sempat mampir pada tahun 2020 akhirnya tutup buku.

Kamu juga bisa mengeksplor daftar Top 11 Reads-ku selama empat tahun terakhir (2020 | 2019 | 2018 | 2017), sebelum membaca daftar terbaru di bawah. Berikut 11 buku berkesan yang aku baca tahun lalu diurut berdasarkan kronologi waktu baca alih-alih ranking:

1. Kitchen (Banana Yoshimoto, ENG Translator: Megan Bachus)

Melalui 2 novella dalam Kitchen, Banana Yoshimoto mengeksplor bagaimana manusia berdamai dengan kenyataan tak terhindarkan dalam hidup: duka dan kematian. Yoshimoto juga menggali tentang rasa sepi yang muncul bersamaan dengan realita ini. Ekplorasi duka yang dilakukan dalam Kitchen begitu berkesan buatku karena selain mengeksplor duka kehilangan orang tercinta, Yoshimoto juga mengeksplor duka yang muncul dari kehilangan jati diri atau impianmu.

Kalau mencari bacaan singkat, bittersweet, tapi pada akhirnya masih penuh rasa harap, Kitchen bisa menjadi bacaan yang tepat.

Kitchen dalam 2 tulisan lain: Ulasan emosionalku di StoryGraph | Monthly Reading List: Maret 2021

2. Honey Girl (Morgan Rogers)

Novel debut ini bisa jadi bukan bacaan untuk semua orang. Akan tetapi, sebagai pembaca berusia 20-an yang sedang dalam proses menemukan jalan sendiri dalam hidup, Honey Girl adalah bacaan yang begitu relatable. Selain menulis tentang rasa cemas yang datang karena ketidakpastian di awal adulthood, Rogers juga menulis tentang dinamika support system yang penting untuk kita miliki: keluarga & pertemanan. Honey Girls juga tidak malu-malu dalam membahas tantangan yang muncul dalam wujud kesehatan mental.

Cocok untuk yang mencari bacaan coming-of-age dengan protagonis yang sudah menginjak adulthood dan masih berusaha menemukan tempatnya dalam hidup.

Honey Girl dalam 3 tulisan lain: Ulasan panjang blog | Monthly Reading List: Maret 2021 | Ulasan bahasa Inggris di StoryGraph

3. In The Dream House (Carmen Maria Machado)

Selain menjadi buku nonfiksi/memoar pertama dalam daftar, In Dream House juga menjadi buku pertama yang aku baca dalam sekali duduk pada tahun 2021. Dalam memoar menghantui ini, Machado menggunakan beragam literary device atau trope (seperti haunted house atau roadtrip stories) untuk berbagi pengalaman personalnya ketika berada dalam hubungan romantis yang toksik. Bukan sekadar merupakan arsip penting realita & pengalaman manusia, In Dream House juga merupakan eksperimen dalam cara dan gaya penulisan.

Aku akan merekomendasikan memoar In Dream House untuk pembaca yang mencari bacaan eksperimental dengan format unik, yang juga mengeksplor salah satu sisi dalam queer relationship yang belum terlalu banyak digali.

In Dream House dalam 1 tulisan lain: Monthly Reading List: Maret 2021

4. The Beautiful Ones (Silvia Moreno-Garcia)

Tidak hanya berjasa mempertemukanku dengan buku-buku Silvia Federici, booktuber Lou Reading Things juga berjasa dalam mengenalkanku pada buku historical romance yang akhirnya menjadi favorit ini:

 

The Beautiful Ones adalah bacaan yang tepat kalau kamu murni mencari bacaan escapism dramatis yang saking over-the-top-nya mengingatkanmu pada telenovela yang begitu nagih untuk ditonton. Meskipun merasa akhir ceritanya agak anti-klimaks, pengalaman membaca The Beautiful Ones adalah salah satu pengalaman baca paling menyenangkan buatku pada tahun 2021 lalu.

5. The Death of Vivek Oji (Akwaeke Emezi)

 

Satu lagi judul yang begitu berkesan karena pengalaman yang kita lalui bersamanya. Pembaca sudah tahu apa yang akan terjadi pada protagonis cerita, the title says it all. Meskipun begitu, perjalanan yang pembaca telusuri supaya sampai ke titik dimana kematian Vivek Oji terjadi tetap terasa memuaskan. Selain merupakan cerita tentang keluarga, The Death of Vivek Oji juga merupakan cerita tentang pertemanan, tentang cinta dan harapan, serta duka dan pengampunan.

Di pusatnya, cerita Vivek adalah cerita tentang bagaimana orang tua tidak akan pernah benar-benar tahu dengan pasti segala hal tentang buah hatinya.

Aku akan merekomendasikan The Death of Vivek Oji untuk yang suka membaca cerita bittersweet tentang dinamika keluarga. Aku membaca edisi audiobook fenomenal bukunya melalui Scribd.

6. Macondo, Para Raksasa, dan Lain-Lain Hal (Ronny Agustinus)

Buku kumpulan esai ini begitu berjasa dalam mengobarkan semangatku untuk mulai belajar Bahasa Spanyol di paruh akhir 2021. Targetku memang ingin memiliki kemampuan untuk membaca tulisan bahasa Spanyol dengan lancar. Bukan hanya informatif, Macondo, Para Raksasa, dan Lain-Lain Hal juga menawarkan esai yang ramah pembaca awam, tidak peduli kamu berminat pada sastra Amerika Latin atau tidak.

Buku yang cocok sebagai bacaan awal bagi yang tertarik dengan sastra Amerika Latin atau hanya sekadar ingin mendapat perkenalan tentang bagaimana kondisi sosial/budaya Amerika Latin memiliki pengaruh signifikan pada perkembangan sastra di sana.

Macondo, Para Raksasa, dan Lain-Lain Hal dalam 1 tulisan lain: Ulasan panjang di StoryGraph.

7. A Mind Spread Out on the Ground (Alicia Elliott)

Berdampingan dengan In The Dream House, memoar dalam bentuk kumpulan esai ini merupakan 2 memoar paling berkesan yang aku baca di tahun 2021. Aku harus berterima kasih pada The StoryGraph Genre Challenge yang sudah mempertemukan aku dengannya.

Kesehatan mental & kolonialisme merupakan dua tema besar dalam memoar heart breaking ini. Alicia Elliott dengan lihai bercerita tentang pengalamannya tumbuh besar di keluarga biracial (white/native american) & menghubungkan anekdot personal dia dengan 2 tema besar tersebut. Bagaimana kolonialisme & opresi terhadap masyarakat indigenous (secara spesifik native american) punya andil besar terhadap masalah kesehatan mental yang berkembang secara generasional dalam komunitas itu.

Sebuah bacaan menantang dan begitu menguras emosi, tapi penting dan worth it untuk dibaca. Aku sangat merekomendasikan A Mind Spread Out on the Ground untuk para penggemar memoar yang tertarik dengan ekplorasi tentang kesehatan mental. Edisi audiobook yang sangat memorable juga bisa kamu dengar di Scribd.

8. In The Country (Mia Alvar)

Beberapa minggu setelah sadar kalau aku belum menemukan kumcer favorit karya penulis luar negeri (kecuali Poe), aku langsung dipertemukan dengan In The Country (terima kasih kepada fitur rekomendasi StoryGraph & ajang Big Bad Wolf online). Tanpa perlu membaca banyak, buku debut Mia Alvar ini langsung meninggalkan kesan dalam setelah aku membaca 2 cerpen pembukanya.

Dalam In The Country, Mia Alvar mengeksplor beragam pengalaman Filipino diaspora dengan latar cerita yang terbentang dari New York sampai Arab Saudi. Terlepas dari segala perbedaan & hal baru yang aku baca dalam cerpen-cerpennya, ada aspek cerita yang (secara tidak terduga) begitu familiar untuk sesama penghuni negara di bawah naungan ASEAN. Tidak mengherankan kalau bukunya begitu mengena.

Aku akan merekomendasikan In The Country kalau kamu mencari buku kumpulan cerpen panjang dengan gaya penulisan yang begitu mengalir dan sulit untuk ditinggalkan.

9. Dress Codes: How the Laws of Fashion Made History (Richard Thompson Ford)

Setelah kesulitan menemukan nonfiksi tentang sejarah dengan gaya bahasa yang tidak “kering”, Dress Codes muncul dan membuktikan kalau buku nonfiksi yang ditulis dengan gaya bahasa menyenangkan itu ada! Dalam buku yang hampir 500 halaman ini, Ford melacak bagaimana baju & cara berpakaian memegang peran sentral dalam mengukuhkan kedudukan sosial suatu kelompok/keluarga dalam masyarakat.

Selain merekomendasikan Dress Codes untuk penggemar bacaan sejarah, Dress Codes juga cocok kalau kamu tertarik mencoba bacaan bertema hukum yang terbilang ringan.

Dress Codes dalam 1 tulisan lain: Monthly Reading List November 2021

10. Hamnet (Maggie O’Farrell)

Mengikuti jejak Maybe You Should Talk to Someone dari tahun lalu, Hamnet menjadi bacaan penghujung tahun yang langsung melejit ke dalam daftar Top 11-ku. Meskipun sering melirik buku-buku literary fiction, genre ini ternyata tidak terlalu sering aku jamah tahun lalu.

Dalam novel bersampul cantik ini, Maggie O’Farrell membawa kita untuk mengikuti narasi fiksional tentang sejarah awal keluarga William Shakespeare. Alih-alih fokus pada THE Shakespeare sendiri, Hamnet fokus pada figur ibu dalam keluarga kecil ini, Agnes (juga dikenal sebagai Anne Hathaway). Satu lagi cerita tentang keluarga, rasa kehilangan, dan duka.

Aku akan merekomendasikan Hamnet untuk penggemar cerita tentang dinamika keluarga dengan gaya penulisan indah & menghanyutkan.

Ulasan Hamnet selengkap dariku bisa dibaca di StoryGraph.

11. Kereta 4.50 Dari Paddington (Agatha Christie, Penerjemah IND: Lily Wibisono)

Maraton baca buku Agatha Christie-ku selama 1 tahun terakhir boleh dikatakan datar-datar saja. Tidak peduli tentang Poirot, Marple, Parker Payne, atau Mr. Shatterwhite, aku tidak kunjung menemukan judul yang memorable. Sampai aku menjadikan Kereta 4.50 Dari Paddington sebagai bacaan penutup 2021… Aku akhirnya menemukan buku Miss Marple favorit!

Bacaan satu ini begitu berkesan karena walaupun merupakan kasus Miss Marple, di akhir hari Kereta 4.50 Dari Paddington adalah buku dengan ensemble cast  yang saling bahu-membahu untuk memecahkan misteri dengan berbagai twist asyik yang tidak aku sangka-sangka kemunculannya.

Mengingat ini adalah satu-satunya buku Agatha Christie yang aku tamatkan dalam kurun waktu satu hari saking penasarannya, Kereta 4.50 Dari Paddington pantas masuk ke dalam daftar Top 11 Reads 2021.

Honorable Mention

1. Twas the Nightshift Before Christmas (Adam Kay)

Setelah memoar debut Adam Kay masuk ke dalam daftar Top 11 Reads tahun 2019, aku tidak terlalu kaget ketika buku singkat edisi christmas special ini muncul dalam daftar Top 11 Reads lagi. Catatan harian dari masa lalu Kay sebagai dokter OBYN di NHS selalu berhasil menghiburku berkat ke-absurd-an anekdotnya & kelihaian Kay dalam menuliskan cerita-cerita ini dengan sangat on-point dan lucu.

Aku sangat merekomendasikan tulisan-tulisan Adam Kay untuk yang suka dengan bacaan yang berhasil memadukan aspek lucu dan miris kehidupan dengan sangat baik.

Baca juga: Ulasan panjangku tentang memoar Adam Kay, This Is Going to Hurt

2. The Majesties (Tiffany Tsao)

Aku tidak heran kalau pembaca thriller yang terbiasa dengan bacaan bertensi tinggi akan kaget ketika membaca The Majesties. Alih-alih thriller bertensi tinggi penuh twist, buku ini adalah eksplorasi lambat tentang kejatuhan sebuah keluarga yang ruthless kepada siapa saja (bahkan anggota mereka sendiri), atas nama survival.

Bacaan yang cocok untuk yang mencari bacaan thriller beda yang fokusnya tidak lepas dari dinamika keluarga. Aku juga sangat merekomendasikan edisi audiobook The Majesties (dinarasikan oleh Nancy Wu). Edisi ini begitu immersive, aku sampai rela begadang supaya bisa mendengar kisah Gwendolyn dan Estella sampai akhir.

Ulasan singkatku tentang The Majesties juga bisa dibaca di StoryGraph.

Terima kasih sudah membaca tulisan ini sampai akhir!
Aku juga penasaran ingin mendengar bacaan favoritmu dari tahun 2021 di kolom komentar 😃⏬
>>>

Terhibur/terbantu dengan tulisan ini? Traktir Farah melalui Karyakarsa

Farah melacak bacaannya di situs buku alternatif  The StoryGraph

Ingin tanya-tanya anonim? Kirim saja pertanyaanmu lewat Curious Cat

Farah’s TOP 11 Reads for 2020

 

Dari komik, erotika, sampai kumpulan cerita… Berikut adalah daftar sebelas buku favorit yang aku baca di tahun 2020.

Melanjutkan tradisi di blog Far’s Books Space selama beberapa tahun terakhir, aku kembali menyusun daftar 11 bacaan yang berkesan bagiku dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Hal tidak biasa dalam daftar tahun 2020 ini adalah fakta bahwa nonfiksi mulai mendominasi. Berbeda sekali dari daftar buku tahun 2017, 2018, dan 2019 yang hampir eksklusif dihuni buku-buku fiksi.
Seperti biasa, daftar TOP 11 Reads tidak aku susun dalam bentuk ranking. Aku hanya mengurutkan buku berdasarkan waktu aku membaca mereka: dari awal tahun sampai akhir tahun 2020.
Komik sederhana tentang sekumpulan alien biru yang menggunakan bahasa secara tidak biasa ini tidak pernah gagal membuatku tersenyum. Aku tidak mengerti bagaimana, tapi kecenderungan mereka dalam memilih istilah rumit untuk mendeskripsikan sesuatu yang sangat biasa pada akhirnya menjadi komedi tersendiri. It’s the clever word play, I think. Kamu juga bisa menikmati komik ini secara gratis lewat Twitter atau Instagram resmi si pembuat komik.
Nostalgia & faktor relatability kiranya sangat mempengaruhi pendapatku tentang buku ini. Kalau tidak merasa terhubung dengan pengalaman si penulis yang terasa familiar, aku rasa aku tidak akan terlalu menikmati Semasa Kecil di Kampung. Aku pribadi menyukai memoar karena ada aspek introspeksi/refleksi dalam tulisannya. Hal ini tentu tidak aku temukan dalam autobiografi ini. Tapi, aku tetap bisa mengapresiasi bagaimana buku ini menunjukkan bahwa meskipun aku dan si penulis tumbuh di era yang berbeda, ada beberapa hal yang sama-sama kami lalui ketika tumbuh besar di lingkungan yang secara budaya kurang lebih mirip.
Meskipun notabene-nya adalah buku nonfiksi, aku sangat mengapresiasi bagaimana luwes & mudah diikutinya gaya penulisan buku ini. Ilustrasi ciamik yang melengkapi setiap halamannya juga sangat membantuku sebagai pembaca. Sebagai pemula dalam all-things-mythology, aku menemukan Mythology: An Illustrated Journey sebagai sumber bacaan yang informatif & menarik. Ulasan selengkapnya bisa dibaca dalam kirimanku di bulan Mei lalu, [16/05/20] Tentang Mythology An Illustrated Journey Into Our Imagined Worlds Karya Christopher Dell.
Memoar yang ditulis dalam bentuk kumpulan surat ini adalah bacaan cepat & lucu untuk penikmat nonfiksi di luar sana. Meskipun dibeli secara impulsif karena sedang diskon di Google Play Book, buku ini memang tidak mengecewakanku. Awalnya aku hanya ingin membaca beberapa surat saja sebagai pengantar tidur. Pada akhirnya aku malah begadang & menyelesaikan Dear Girls dalam sekali duduk. Ketika berbagi pengalamannya sebagai komedian stand-up perempuan keturunan Asia-Amerika di AS, Wong tidak pernah sekalipun menulis dengan nada menggurui. She remains hilarious & insightful until the very end, and I really enjoy that. Baca juga komentar yang aku tulis langsung setelah membaca Dear Girls di The Storygraph.
Thought-provoking dan well-written, It’s Not About the Burqa adalah buku menarik untuk pembaca yang ingin mencari tahu tentang isu feminisme dari sudut pandang WoC (Woman of Color), khususnya dalam konteks buku ini adalah wanita muslim. Aku merekomendasikan buku kumpulan esai ini untuk pembaca yang mencari bacaan nonfiksi eye-opening dan memperkaya sudut pandang kita sebagai seorang individu. 
Perjalanan self-discovery yang protagonis cerita ini lalui pasca bad breakup secara tidak terduga begitu mencerahkan hariku di bulan Juli 2020. Aspek erotika novel grafisnya tentu sangat menghibur untuk dibaca. Namun, hal yang membuat Cheat(er) Code masuk dalam daftar TOP 11 ini adalah fakta bahwa selain lucu & penuh dengan permainan kata, perkembangan karakter yang Kennedy lalui di sepanjang cerita sangat wholesome dan menyentuh hatiku sebagai pembaca. Aku merekomendasikan buku tipis ini untuk pembaca dewasa (21+) yang mencari sarana escapism penuh humor. Kalau tidak suka dengan buku yang dipenuhi explicit sex scenes, sepertinya Cheat(er) Code bukan buku untukmu. There’s a lot of those here…
Buku ini adalah kasus langka ketika buku yang aku on-hold selama beberapa tahun akhirnya menjadi bacaan favorit ketika aku coba baca lagi. Satu dan lain hal membuatku meninggalkan buku ini 5 tahun lalu. Lima tahun kemudian di 2020, aku memberi novel ini kesempatan kedua & menyelesaikannya dalam 2 kali duduk saja. It’s such a fun & fast book to read! Sejauh ini, Death on the Nile menduduki tempat kedua setelah And Then There Were None dalam daftar buku Agatha Christie favorit versiku. Trailer dari adaptasi film buku ini sebenarnya berjasa dalam membuatku membaca buku ini lagi. Aku akhirnya memutuskan untuk tidak menyaksikan film bersangkutan karena ingin menghindari rasa kecewa.
Buku ini mengingatkanku pada alasan kenapa aku jatuh hati pada buku kumpulan cerpen. Meskipun pada dasarnya adalah buku yang mengumpulkan beberapa cerita pendek yang bisa berdiri sendiri, Serayu Malam… begitu engaging ketika dibaca karena tokoh dalam masing-masing cerpennya secara tidak langsung pernah bersinggungan dengan satu sama lain. Kereta Serayu Malam yang menjadi pusat dari cerita boleh dibilang menyatukan kisah para tokoh ini. Menyelesaikan halaman terakhir dalam Serayu Malam… terasa seperti menutup sebuah lingkaran yang dimulai dari cerpen pertama sampai ditutup oleh cerpen terakhir. Tidak mengherankan kalau pengalaman membaca kumcer ini begitu memuaskan.
Kalau mencari bacaan historical romance singkat & menghibur, aku rasa novella ini adalah novella untukmu. The Perilous Life of Jade Yao punya semua hal yang menarik minatku: historical settings, format epistolary, gaya penulisan penuh humor, sampai wholesome romance. Novella ini seperti ditulis khusus denganku dalam pikiran. Jadi, tidak mengherankan bukan kalau buku bersangkutan akhirnya sampai di daftar TOP 11 ini.

From Here to Eternity mengingatkanku lagi pada cinta lama di dunia perbukuan: buku catatan perjalanan. Gaya penulisan luwes, kaya humor, dan penuh rasa hormat juga membuat buku ini menjadi bacaan nonfiksi yang paling berkesan dalam pikiranku selama satu tahun terakhir. Ulasan lengkap tentang buku ini bisa dibaca dalam kirimanku dari bulan Desember 2020: [10/12/20] Tentang From Here to Eternity karya Caitlin Doughty

Bacaan yang aku selesaikan di penghujung 2020 ini adalah tipe buku nonfiksi yang begitu menenangkan ketika dibaca pada masa sulit dalam hidup. Gaya penulisan yang mengalir juga membuat buku yang hampir 500 halaman ini aku baca dalam kurun waktu 3 hari saja. The writing is that amazing, indeed. Aku akan merekomendasikan Maybe You Should Talk to Someone untuk pembaca yang sedang mencari memoar well written & informatif. Ini juga merupakan buku untuk pembaca yang tertarik pada bacaan nonfiksi bertema psikologi.

Honorable Mention

Axiom’s End – Lindsay Ellis

Satu-satunya sci-fi yang aku baca di tahun 2020. Boleh jadi satu-satu seri yang akan aku ikuti rilisnya selama beberapa tahun ke depan. Aku tidak pernah menyangka novel tentang first contact antara manusia dan alien bisa semenarik ini.

Destroyer – Victor LaValle, Dietrich Smith

Novel grafis yang aku baca untuk Fortnight Frights Marathon 2020 ini adalah surat cinta untuk novel klasik Frankenstein karya Mary Shelley. Victor LaValle membuat retelling yang sarat akan kritik sosial terhadap kondisi sosial/budaya di Amerika Serikat saat ini, namun tidak lupa untuk menyelipkan secercah harapan dalam kisahnya. An interesting & somber graphic novel to read in this social climate.
Apa TOP 11 (atau TOP 3?) buku versi-mu untuk 2020?

>>>

Farah mendata buku yang dia baca di The Storygraph
Ingin tanya-tanya & tetap anonim? Kirim saja pertanyaanmu ke Curious Cat

Farah’s TOP 11 Reads For 2019

Daftar ini kembali lagi untuk tahun ke-3!


Melanjutkan tradisi dari tahun 2017 & 2018, berikut adalah daftar buku-buku berkesan yang singgah ke pangkuanku di tahun 2019. Meskipun tahun ini dipenuhi gejolak personal yang mempengaruhi pengalaman membacaku secara keseluruhan, aku bersyukur karena masih bisa dipertemukan dengan buku-buku enjoyable yang memberiku harapan dan (sedikit-banyaknya) mengubah caraku memandang dunia.
Daftar di bawah tidak ditulis berdasarkan ranking. Buku-buku dalam daftar ini diurutkan dari buku yang aku baca di awal tahun 2019;

11. This Is Going To Hurt – Adam Kay




Memoir mantan dokter OBGYN ini membuka awal tahun 2019-ku dengan penuh tawa & rasa geli. Tak hanya mengundang senyum, anekdot jenaka dari pengalaman Kay sebagai mantan dokter di NHS juga menawarkan sisi lain cerita yang tidak seindah kita kira. Penuturan terang-terangan Kay tentang alasan dibalik mundurnya dia dari dunia kedokteran di bagian penutup sendiri terasa begitu menohok bagiku. Bagian ini jugalah yang mengantarkan This Is Going To Hurt sebagai buku pembuka dalam daftar TOP 11 ini. 

Tulisanku tentang This Is Going To Hurt dapat dibaca di sini.

10. Harry Potter and the Prisoner of the Azkaban – J.K. Rowling



Aku pertama kali mengenal wizarding world dari delapan film adaptasi novel Harry Potter. Film ke-3 dalam rangkaian adaptasi ini sudah menjadi favoritku dari awal. Kenyataan ini tidak berubah ketika aku akhirnya membaca novel sumbernya. Harry Potter and the Prisoner of the Azkaban menawarkan keseruan petualangan tanpa beban yang begitu aku dambakan sebagai kanak-kanak sembari menyimbangkan unsur “berat” dalam cerita sehingga tidak membosankan ketika dinikmati oleh pembaca dewasa. Aku dapat membayangkan diri sendiri membaca ulang novel ini di tahun-tahun mendatang.

Aku sudah menulis tentang the Prisoner of the Azkaban dalam kiriman di bulan Juli ini.

9. The Seven Husbands of Evelyn HugoTaylor Jenkin Reid



Sosok Evelyn Hugo yang misterius & menarik hati hanya satu dari banyak hal yang membuat novel ini begitu mengesankan ketika dibaca. Gaya penulisan Taylor Jenkin Reid yang luwes dan mengalir juga membuat kisah panjang dan penuh liku Evelyn begitu mudah serta menghanyutkan untuk diikuti. Pembaca yang mencari karakter utama wanita karismatik serta kompleks sepertinya akan menikmati apa yang ditawarkan The Seven Husbands of Evelyn Hugo.
Curahan hatiku tentang novel yang membuat ketagihan ini dapat dibaca di sini.


8. The Guernsey Literary & Potato Peel Pie Society – Mary Ann Shaffer & Annie Barrows




Lewat novel ini, aku menemukan rasa cinta baru terhadap karya-karya yang ditulis dengan format epistolary. The Guernsey Literary sendiri masuk ke dalam daftar TOP 11 ini karena aku dapat merasakan “cinta” yang terselip dalam tiap kalimat yang ada dalam novelnya. Tidak butuh waktu lama untuk menyadari bahwa sang penulis  juga merupakan sesama pembaca seperti kita. Aku juga mengapresiasi rasa percaya & cinta yang ditunjukkan penulis terhadap karya fiksi dan seni secara umum. Sebuah novel yang bisa dinikmati setiap pecinta buku & story-telling di luar sana.
Ulasanku tentang The Guernsey Literary dapat ditemukan di sini.


7. Long Way Down – Jason Reynolds



Ingin membaca poetry tapi ragu harus mulai darimana? Long Way Down dapat menjadi salah satu pilihan untuk memulai. Terbilang singkat & dapat diselesaikan dalam sekali duduk, karya Jason Reynolds ini masih terngiang-giang di kepalaku sampai sekarang. Aku tidak pernah tahu buku sesingkat ini bisa meninggalkan pengaruh sebesar itu. Kalau tidak punya banyak waktu untuk membaca namun tetap ingin menikmati sesuatu yang berkesan, buku ini ada untukmu.
Aku juga sudah menuliskan kesanku pasca membaca Long Way Down dalam kiriman ini.

6. Less – Andrew Sean Greer


Less menarik hatiku karena sampul bukunya. Ketika mulai membaca, aku cukup terkejut karena kisah yang benar-benar ditawarkan novel ini ternyata begitu berbeda dari kisah yang sudah terlanjur aku perkirakan sendiri dalam pikiran. Itu bukan hal buruk tentu saja. To be fair, aku memilih novel ini memang karena sampul cantiknya & tidak benar-benar serius menyelidiki buku macam apa yang akan aku lahap nantinya. Aku tidak menyangka “cerita romantis” bisa dikemas menjadi se-nyastra ini. Sedikit-banyaknya, aku bisa mengerti kenapa Less akhirnya diganjar dengan perhargaan Pulitzer untuk kategori fiksi pada tahun 2018. This novel defies my expectation in a really good way & I’m glad that I decided to read it.

5. Love From A to Z – S.K. Ali


Dengan semangat untuk keep-it-halal™️ di bulan Ramadhan, aku iseng membaca novel young adult (YA) karya penulis muslim ini. And boy, it’s everything I hope for. Membaca Love From A to Z menyadarkanku tentang bagaimana besarnya pengaruh “representasi” sebuah identitas dalam media bagi para penikmatnya. Ini akan terdengar konyol (dan miris), tapi di satu titik aku memang agak terharu ketika menemukan protagonis cerita yang “mewakili” salah satu identitasku sebagai manusia di muka bumi ini. It’s nice knowing a fictional character that I can relate to in this particular way. So, yeay for representation & yeay for romance story that keep-it-realhalal™️.

4. Good Omens TV CompanionMatt Whyman



Sebuah pilihan TOP 11 yang begitu bias memang, mengingat pentingnya serial TV Good Omens dalam menjaga kewarasanku di tahun 2019. Cinta pertamaku adalah serial TV Good Omens & bukan novel sumbernya yang sudah tulis oleh Neil Gaiman & Terry Pratchett bertahun-tahun lalu. Ke-6 episode dalam serial TV ini menghuni tempat spesial dalam hatiku yang bahkan kedudukannya tidak bisa digantikan oleh novel sumbernya. Good Omens TV Companion membuatku lebih mengenal hal yang aku cintai ini. Kalau Good Omens merupakan sesuatu yang berarti bagimu/kamu ingin mencari tahu lebih dalam tentang behind-the-scene & proses produksi serial TV-nya, mungkin kau akan sangat mengapresiasi TV Companion ini.
Aku juga sudah menulis panjang lebar tentang Good Omens TV Companion dalam kiriman ini

                                           3. Harry Potter & the Half-Blood Prince – J.K. Rowling



Senada dengan The Prisoner of Azkaban, rasa cintaku pada the Half-Blood Prince tumbuh ketika aku menyaksikan versi film adaptasinya. Dari segi narasi sendiri, sebenarnya film bersangkutan memang lebih banyak menuai kecewa alih-alih bahagia. Ada banyak momen penting & berpengaruh yang dilenyapkan begitu saja (I’m still salty about that opening scene). Aku menyukai versi film yang tidak sempurna ini karena visual & aesthetic-nya yang entah bagaimana begitu memorable dalam ingatan. Novel the Half-Blood Prince menawarkan segala pesona yang hilang dari film; humor gelap & “aneh”nya, karakter-karakter ambigu yang membuat terpana/heran/ragu, flashback masa lalu yang disturbing tapi penting. 10/10 highly recommended, I read this in one (long) sitting.
Tulisan lebih lanjutku tentang the Half-Blood Prince dapat dibaca di sini.

2. Convenience Store Woman – Sayaka Murata


Protagonis wanita unik, karismatik, & antimainstream kembali aku temukan dalam novel singkat ini. Cerita pergulatan Keiko Furukura yang ingin bahagia lewat caranya sendiri, tapi harus dihadapkan pada tekanan dari orang sekitar untuk patuh pada konstruksi sosial yang ada terasa begitu relevan dengan pengalamanku di titik ini dalam hidup. Kisah Keiko juga menunjukkan sisi gelap dari komunitas yang terlampau mengagung-agungkan konformitas. Is it really worth it when you ended up losing yourself in the process?

1. Xenoglosofilia – Ivan Lanin


Xenoglosofilia sudah ada di rak wishlist-ku sejak lama. Ketika akhirnya sampai digenggaman tangan, aku begitu senang karena buku yang ditunggu-tunggu ini ternyata tidak mengecewakan. Xenoglosofilia merupakan kumpulan tulisan dari blog Ivan Lanin yang topik pembahasannya tidak jauh-jauh dari perkara tata bahasa Indonesia. Buku ini adalah buku referensi yang asyik untuk dibaca dalam satu kali duduk & dibuka kembali ketika perlu. Membaca Xenoglosofilia membangkitkan kembali rasa cintaku pada Bahasa Indonesia. Aku rasa pembaca yang menggemari bacaan berbau bahasa/linguistik akan menikmati buku ini juga.

What about you?

Apa bacaan terbaikmu di tahun 2019?

Terhibur/terbantu dengan tulisan ini? Dukung Farah melalui Karyakarsa

Farah melacak bacaannya di situs buku alternatif  The Storygraph | @farbooksventure

Ingin tanya-tanya & tetap anonim? Kirim saja pertanyaanmu lewat Curious Cat

[08/01/19] Farah’s TOP 11 Reads For 2018


via GIPHY

Masih dalam semangat tahun baru. It’s that time of the year again everyone.
Pada tahun 2017 lalu, aku juga sempat membuat daftar semacam ini. Karena satu dan lain hal (I just feel like doing it honestly no exact reason), aku memutuskan untuk mengubah daftar ini menjadi “TOP 11” seterusnya alih-alih “TOP 10”. Fair warning: Daftar ini bersifat sangat subjektif tentu saja. Pada akhirnya, tidak ada daftar “TOP XX LIST” yang benar-benar absolut. Semua tentu saja kembali pada selera dan preferensi pembuat daftarnya.
Jajaran buku dalam daftar di bawah ini mewarnai hari-hariku di tahun 2018 lewat kisah-kisah didalamnya yang terkadang sederhana, terkadang kompleks, namun pada akhirnya sama-sama membekas di hati dan pikiran pembacanya.
Berikut adalah 11 bacaan teratas Farah di tahun 2018 (diurut dari buku yang aku baca diawal tahun 2018);

11. The Little Prince – Antoine de Saint-Exupery  

Genre: classics, children’s books
Lewat ilustrasi menarik dan kisah sederhananya, The Little Prince tidak hanya mengajarkan pesan berharga tentang hidup pada anak-anak. Buku tipis ini juga mampu menggelitik pemikiran pembaca dewasa yang membacanya.
Farah’s Full Review: di sini
Kalau Menyukai Buku Ini, Kamu Mungkin Juga Akan Menyukai: The Happy Prince & Other Tales – Oscar Wilde.

10. Fahrenheit 451 – Ray Bradbury

Genre: classics, dystopia, science fiction

Fahrenheit 451 boleh bilang adalah bacaan wajib untuk pecinta kisah sci-fi dan distopia di luar sana. Meskipun sudah terbit bertahun-tahun lalu, aspek dari kisah dalam Fahrenheit 451 yang tampak di era ini membuat buku ini as relevant as ever. Farah’s Full Review: di sini
Kalau Menyukai Buku Ini, Kamu Mungkin Juga Akan Menyukai: 1984 – George Orwell.

9. The Handmaid’s Tale – Margaret Atwood

Genre: classics, dystopia Dari beragam novel yang mengangkat tema distopia ke dalam ceritanya, The Handmaid’s Tale memang adalah salah satu di antara beberapa novel yang berhasil membangun dunia yang “mengena”. Hawa feminisme yang kuat dari kisah Offred ini juga relevan dengan isu yang hangat akhir-akhir ini. Bagi yang berencana menonton serial TV adapatasinya, aku sarankan membaca buku ini dulu. 

Kalau Menyukai Buku Ini, Kamu Mungkin Juga Akan Menyukai: buku distopia lain seperti 1984 dan Fahrenheit 451.

8. The Kiss Quotient – Helen Hoang

 

Genre: contemporary, romance, adult
I don’t always read romance, but when I do, it’s (thankfully) an awesome one. This is a really good debut novel from Helen Hoang honestly. 

Kalau Menyukai Buku Ini, Kamu Mungkin Juga Akan Menyukai: I don’t know you guys. Sorry. I don’t read romance that much. 

7. Cinta Tak Ada Mati – Eka Kurniawan

Genre: fiction (short stories collection)
Kerinduanku pada buku kumcer bagus terobati dengan buku yang satu ini.
Farah’s Full Review: di sini
Kalau Menyukai Buku Ini, Kamu Mungkin Juga Akan Menyukai: Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi – Eka Kurniawan.

6. The Hate U Give – Angie Thomas

 

Genre: contemporary, young adult
Buku ini begitu terkenal memang bukan tanpa alasan. Lewat cara penulisan yang mengalir, Angie Thomas membawa pembacanya dalam roller-coster emosi yang berpusat pada kisah tentang ketidakadilan dan ras.
Farah’s Full Review: di sini
Kalau Menyukai Buku Ini, Kamu Mungkin Juga Akan Menyukai: Long Way Down – Jason Reynolds

  



5. Like Water For Chocolate – Laura Esquivel

 

Genre: romance, magical realism, historical fiction
Kisah forbidden romance. Sentuhan magis ala penulis Amerika Latin. Perang yang tengah berkecamuk. Karakter-karakter wanita yang dominan. Makanan & dunia kuliner. Semua dalam satu buku ini.
Farah’s Full Review: di sini
Kalau Menyukai Buku Ini, Kamu Mungkin Juga Akan Menyukai: karya-karya Isabelle Allende atau Gabriel Garcia Marquez.

4. Crazy Rich Asians -Kevin Kwan

Genre: contemporary, satire, comedy

Crazy Rich Asians adalah bacaan tepat bagi pembaca yang mencari bacaan satire lucu tentang orang kaya tujuh turunan. Kalau dibaca dalam kondisi mood yang tepat, buku ini bisa sangat menghibur.
Farah’s Full Review: di sini
Kalau Menyukai Buku Ini, Kamu Mungkin Juga Akan Menyukai: kedua sequel buku ini China Rich Girlfriends & Rich People Problems.

 

 

3. Jack of Hearts (And Other Parts) – Lev A.C. Rosen

 

Genre: romance, young adult
Pembaca yang mencari karakter protagonis tangguh serta blak-blakan (dan buku ~edukatif~ bertema LGBT) tidak akan kecewa dengan novel yang satu ini.
Farah’s Full Review: di sini
Kalau Menyukai Buku Ini, Kamu Mungkin Juga Akan Menyukai: (not familiar with this genre yet… Recommendation anyone?)

2. Little Fires Everywhere – Celeste Ng

Genre: contemporary, fiction
Buku ini boleh jadi adalah bacaan yang paling “mengguncang” batinku di tahun 2018. Alur ceritanya yang lambat bahkan tidak membuatku siap menghadapi akhir bittersweet dari kisah dua keluarga ini. Berkisah tentang motherhood dan ikatan keluarga, I truly hope you give this book a chance.
Farah’s Full Review: di sini

 

1. Four Psychos – Kitty Cunning

Genre: fantasy, paranormal, romance
Aku mendadak penasaran ingin mencari bacaan dari genre baru di akhir 2018, tanpa sengaja aku akhirnya menemukan buku ini. Buku pertama dari seri The Dark Series ini memang adalah bacaan yang cocok untuk pembaca yang baru pertama kali bersinggungan dengan genre reverse-harem-romance
Farah’s Full Review: di sini

What’s your favorite read from 2018 everyone?

Selamat menjalani 2019!

[31/12/18] Perjalanan Membaca di Tahun 2018 & Tantangan Baca Untuk 2019

Terima kasih tahun 2018!
Kalau boleh jujur, Januari 2018 sebenarnya terasa begitu jauh dan anehnya disaat bersamaan juga terasa begitu dekat. Beberapa rencana dapat direalisasikan dan melampaui ekspektasi tahun ini. Beberapa rencana lain sepertinya butuh waktu lebih lagi sebelum akhirnya bisa terwujud. Dalam entri kali ini, aku akan menguraikan pengalaman membacaku di tahun 2018 yang sudah akan tutup buku (pun totally intended).
Tahun 2017 adalah tahun pertama ketika aku benar-benar melampaui target bacaanku dalam tantangan baca (reading challenge)  di Goodreads. Pada tahun yang sama, aku juga mulai “serius” dalam merekam perjalanan membacaku baik lewat pembaharuan konstan di Goodreads atau lewat ulasan bebasku di blog ini. Aku memang mengalami semacam epiphany pada paruh akhir tahun 2016 dan beberapa bulan awal di 2017. Meskipun sudah suka membaca sejak lama, aku baru sadar bahwa selama ini aku tidak mendokumentasikan bacaanku dengan baik. Pada akhirnya, karena juga tidak punya target bacaan setiap tahun, aku hanya “benar-benar” membaca ketika aku ingat saja.
Tidak ada yang salah memang dengan hal ini. Setiap orang membaca untuk kesenangan diri sendiri bagaimanapun juga. Tapi, aku merasa sedih saja ketika sadar bahwa aku pernah melalui satu tahun penuh tanpa membaca bacaan yang penting dan berarti (setidaknya untukku secara pribadi). Epiphany ini aku rasa juga dipicu oleh keputusanku bergabung di komunitas bookstagram. Setelah menyadari betapa banyaknya buku bagus yang aku lewatkan selama beberapa tahun terakhir, aku akhirnya bertekad untuk menargetkan jumlah bacaan minimalku setiap tahunnya. Kalau kata orang sih;
So many (good) books, so little time.
Semua pun dimulai dari target membaca 40 buku pada tahun 2017. 
Ketika berhasil membaca 42 buku dari target 40 buku di tahun 2017, aku kembali menerapkan pendekataan ini untuk Tantangan Baca Goodreads tahun 2018. Namun, kali ini aku memutuskan untuk menaikkan target bacaanku menjadi 50 buku. Harapannya, semoga dengan kenaikan konstan 10 buku pertahun ini aku mampu membaca 100 buku dalam satu tahun di masa yang akan datang. Siapa sih yang menginspirasi keinginanku ini? Selain beberapa orang pembaca yang jumlah bacaan pertahunnya sudah tidak manusia lagi bagi standarku, kata-kata dari Stephen King (Sang penulis horror profilik Amerika itu) juga mempengaruhi keinginanku ini. Dalam memoir “On Writing“, Stephen King yang mencap dirinya sebagai tipe pembaca lambat (slow reader) berujar bahwa setiap tahunnya Beliau minimal menyelesaikan 70-80 buku. As a slow reader myself, he is a role model everyone.
So, how is it goes? Tanpaku duga, ternyata target bacaan 50 buku sudah dapat aku penuhi di bulan November 2018. Sampai hari terakhir tahun 2018, aku sudah berhasil menamatkan 57 buku. Ini 12 buku lebih banyak dari tahun 2017. Aku terus terang lumayan puas dengan pencapaian ini. Goodreads sendiri sudah merekam perjalanan membacaku di tahun 2018 dalam infografik menarik ini. Kesimpulannya, Goodreads Reading Challenge 2018 untukku berakhir dengan cukup sukses. Aku akan menargetkan 60 buku untuk Goodreads Reading Challenge 2019.
Di sisi lain, aku boleh dibilang “gagal” menyelesaikan tantangan baca lain. Aku memang tidak hanya mengikuti GRC 2018 saja di tahun ini. Di awal tahun, aku sempat berusaha berpartisipasi dalam tantangan baca tahunan yang diadakan oleh situs POPSUGAR. Dalam tantangan yang satu ini pembaca akan “ditantang” untuk membaca berbagai buku yang memenuhi kriteria dari prompts yang sudah dirilis POPSUGAR pada tahun itu. Di Goodreads sendiri sudah ada sebuah grup besar berisi pembaca aktif yang berpartisipasi dalam tantangan baca ini.
Berdasarkan hasil pengamatanku, ikut serta dalam POPSUGAR Reading Challenge memang memiliki beberapa keuntungan. Selain membuat bacaan kita menjadi lebih bervariasi dan beragam, tantangan baca ala POPSUGAR ini juga dapat menjadi kesempatan emas untuk pembaca yang ingin membabat rak buku TBR-nya (to-be-read) yang sudah terlanjur menggunung. Komunitas aktif di POPSUGAR juga membuat kita aware akan berbagai bacaan bagus yang under-radar di luar sana.
Sayang sekali, aku tidak berhasil menyelesaikan Tantangan Baca POPSUGAR 2018. Aku pikir andil besar dari kegagalan ini adalah fakta bahwa aku tidak cermat dalam melihat prompts dan buku apa kira-kira cocok dengan prompts bersangkutan. Ketika memutuskan untuk ikut dalam POPSUGAR Reading Challenge Tahun 2019, aku langsung mendata buku-buku apa saja yang cocok dengan prompts yang ada. Wish me luck on this!
Berikut adalah prompts untuk POPSUGAR 2019 Reading Challenge;
Bagaimana? Berminat untuk ikut dalam tantangan baca ini?
Untuk teman-teman yang mencari alternatif tantangan baca lain, komunitas bookstagram di Instagram juga menawarkan beragam tantangan baca menarik. Berikut adalah daftar beberapa tantangan baca yang sedang (dan ingin) aku ikuti di tahun 2019;
  • Meskipun secara teknis bukan merupakan “reading challenge“, komunitas Gerakan One Week, One Book di Instagram mengajak anggotanya untuk rutin membaca satu buku setiap minggunya. Hampir sebelas dua belas dengan tantangan baca bukan? Di sini konsistensi anggota dalam membaca memang dituntut. Komunitas ini cocok untuk pembaca yang mencoba untuk konsistensi dalam membaca buku setiap harinya.

  • @books.bmmd di Instagram baru-baru ini mengajak komunitas pembaca untuk berpartisipasi dalam tantangan baca #MembacaIndonesia. Untuk mengetahui detailnya, silakan cek postingan di bawah ini;

 

  • Kabar baik untuk penggemar novel thriller/misteri (terutama
    penggemar penulis Agatha Christie), @enthalphybooks di Instagram sudah
    memulai proyek #OneAgathaChristieBookEveryMonth sejak tahun lalu.
    Memasuki tahun 2, silakan cek postingan di bawah ini untuk melihat
    daftar buku Agatha Christie yang akan dibaca setiap bulannya di tahun
    2019 ini. Siapa tahu kamu tertarik untuk ikut berpartisipasi;

Dari 5 tantangan baca yang aku
bahas dalam entri ini, beberapa memang lebih bersifat umum daripada yang lain. Goodreads Reading Challenge aku rasa adalah
tantangan baca yang paling cocok untuk pembaca yang baru pertama kali
berpartisipasi dalam reading challenge. Kenapa? Karena dalam tantangan baca ini pembaca dapat leluasa memutuskan sendiri target bacaannya. GRC itu ibarat sarana untuk “membiasakan” diri. Pembaca tidak akan merasa “terbebani” harus membaca buku dalam jumlah tertentu. Kalau sudah berhasil menyelesaikan tantangan baca ini, tidak ada salahnya mencoba tantangan baca lain yang lebih “menantang”.
POPSUGAR Reading Challenge sendiri adalah pilihan tepat untuk pembaca yang bosan dengan bacaan dengan tema itu-itu saja. Tantangan baca ini ditujukan untuk pembaca yang ingin mengekplorasi beragam genre bacaan lain. Kamu juga dapat bergaul di dalam komunitas pembaca global ketika berpartisipasi dalam tantangan baca yang satu ini.
Bagi pembaca yang ingin menanamkan konsistensi membaca buku dalam diri, Gerakan One Week One Book adalah komunitas yang kamu cari. Tantangan baca yang lebih “spesifik/khusus” seperti #MembacaIndonesia dan #OneAgathaChristieBookEveryMonth juga patut untuk dipertimbangkan kalau kamu ingin menantang diri dan membaca sesuatu yang “beda” di tahun 2019.
Apa teman-teman sekalian pernah berpartisipasi dalam tantangan baca anti-mainstream?
Don’t be shy and leave some comment everyone. I’m curious to hear what you guys think!

Terima kasih & selamat jalan 2018!
Semoga 2019 menjadi tahun yang dipenuhi dengan lebih banyak bacaan menarik lagi.

[31/12/17] Farah’s TOP 10 Reads For 2017

GIF Source: carlaconce on tumblr



Tanpa terasa kita akhirnya sampai di penghujung tahun 2017. Setelah menyadari bahwa tahun 2018 sudah di depan mata, aku kembali melihat daftar-daftar buku yang sudah aku tamatkan di tahun 2017. Ada 43 buku yang berhasil aku baca tahun ini (aku berhasil melampaui target 40 buku yeay!!). Dari puluhan buku tersebut, beberapa buku memang meninggalkan kesan yang dalam bagiku. Berikut adalah daftar 10 bacaan teratas favoritku untuk tahun 2017 (diurut dari buku yang aku baca di awal tahun 2017).

10. The Geography of Bliss – Eric Weiner



Buku travelogue 569 halaman ini adalah bacaan awal tahun yang menyenangkan. Topik yang bisa dibilang lumayan berat yaitu kebahagiaan dibahas dengan ringan dan cenderung penuh humor dalam The Geography of Bliss. Meskipun begitu, buku ini tetap penuh makna dan tidak lupa menyampaikan pesannya. Kalau kau menyukai buku-buku travelogue aku merekomendasikan buku ini untuk menjadi bahan bacaanmu yang selanjutnya.

Temukan ulasan lengkapku terkait The Geography of Bliss di sini















9. Mata Yang Enak Dipandang – Ahmad Tohari



Mencari bahan bacaan yang ringan, tidak terlalu panjang namun tetap menarik? Buku kumpulan cerpen dapat menjadi salah satu pilihan bacaan bagi pembaca yang tidak punya banyak waktu luang untuk melahap novel panjang. Mata Yang Enak Dipandang karya Ahmad Tohari adalah buku kumpulan cerpen favoritku dari beberapa buku kumcer lain yang sudah aku baca tahun ini. Seperti yang sudah aku ungkapkan dalam ulasan terdahulu buku ini, Mata Yang Enak Dipandang adalah bacaan penyegar jiwa.

















8. The 100-Year-Old Man Who Climbed Out The Window And Disappeared – Jonas Jonasson



Belakangan aku baru menyadari bahwa aku sangat menikmati kisah-kisah satire yang diwarnai dengan black comedy. Novel ini mampu memadukan genre satire dan humor dengan baik. Berbagai sindiran baik halus maupun kasar yang muncul di sepanjang cerita sukses disampaikan penulis dengan cara konyol namun tetap lantang dari segi sindirannya. Aku pikir buku 463 halaman ini mampu membuatmu melepaskan beban sejenak agar dapat tertawa lepas karena kekonyolan alur ceritanya. 
Ulasan lengkapku tentang The-100-Year-Old Man Who Climbed Out The Window And Disappeared dapat ditemukan di sini  














Beranjak dari bacaan satire, bacaan favoritku selanjutnya dalam daftar ini adalah novel sentimental yang menghangatkan hati. Ketika diolah dengan baik, novel yang membahas tentang keluarga memang dapat menjadi bacaan menarik. Ini adalah buku Fredrick Backman pertamaku, tidak sabar rasanya untuk membaca karya Backman yang lain (orang-orang banyak merekomendasikan novel A Man Called Ove sepertinya). Untuk pembaca yang menggemari novel yang mengangkat tema keluarga (atau hubungan antar manusia secara umum)… Aku pikir ini adalah novel yang tepat untukmu.
Temukan ulasan lengkapku terkait novel ini di sini










6. The Happy Prince And Other Tales – Oscar Wilde



Kurang pas rasanya kalau mengaku sebagai pecinta genre satire tapi belum membaca karya Oscar Wilde. His ability in throwing shade here and there is absolutely remarkable. Aku bahkan sempat tergoda untuk memasukkan beberapa karya Wilde dalam daftar ini (oh well…). The Happy Prince and Other Tales adalah buku pembuka yang tepat kalau kau tertarik untuk mengenal karya-karya Oscar Wilde.
Kalian dapat menemukan ulasan lengkapku terkait buku ini di sini

















5. Of Mice And Men – John Steinbeck



Buku ini membuatku tidak bisa berkata-kata pasca membaca bagian penutup ceritanya. Of Mice And Men adalah jenis buku yang ditutup dengan twist tidak terduga dan meninggalkan tanya dibenak pembaca setelah selesai membacanya. Kisah dalam novella ini dapat dijadikan bahan diskusi yang menarik. Karena alasan inilah, aku tanpa ragu lagi langsung menjadikan buku ini sebagai salah satu bacaan favoritku untuk tahun ini.
Ulasan lengkapku terkait Of Mice And Men dapat ditemukan di sini 















4. The Seven Good Years – Etgar Keret



Buku 208 halaman ini adalah non-fiksi kedua dalam daftar ini. Memoar karya Etgar Keret ini menjadi salah satu bacaan favoritku karena potret jujur yang ada dalam setiap bagian tulisannya. Sang penulis tidak segan untuk mengolok-olok dirinya sendiri dan menyampaikan berbagai hal yang terjadi apa adanya. The Seven Good Years adalah salah satu bacaan “paling tulus” di antara beberapa puluh bacaanku di tahun 2017 ini.
Temukan ulasan lengkapku tentang memoir ini di sini













3. All The Light We Cannot See – Anthony Doerr



This novel is simply beautiful. Dengan bahasa yang indah dan cerita yang menyentuh, novel historical fiction ini mengingatkan kita kembali pada fakta bahwa pada dasarnya setiap manusia memiliki kebaikan yang tersimpan dalam di hatinya.
Ulasan lengkapku tentang novel menyentuh hati ini dapat ditemukan di sini



















2. And Then There Were None – Agatha Christie



Bacaan wajib untuk pecinta genre crime dan misteri. Tidak salah memang kalau orang-orang menganggap bahwa novel ini adalah magnum opus Agatha Christie.
Ulasan lengkapku tentang novel ini di sini  























1. The Book Thief – Markus Zusak



Bacaan penutup tahun yang luar biasa. Definitely deserved its hype. Alasan aku menyukai novel ini sama dengan alasan aku menyukai All The Light We Cannot See, kedua novel ini mengingatkan kita untuk menjadi lebih manusiawi lagi.
Temukan ulasan lengkapku di sini























Honorable Mention

  1. The Life-Changing Magic of Tidying Up – Marie Kondo
  2. The Importance of Being Earnest – Oscar Wilde
  3. Robohnya Surau Kami – A.A Navis
  4. 1984 – George Orwell

Apa bacaan favoritmu tahun ini? 
Semoga kita bisa menemukan lebih banyak buku luar biasa lagi di tahun 2018!