[06/02/18] Tentang Fahrenheit 451 Karya Ray Bradbury

“Do your own bit of saving, and if you drown, at least die knowing you were headed for shore”

Informasi Buku
Judul: Fahrenheit 451
Penulis: Ray Bradbury 
Penerbit: Harper Voyager 
Bahasa: Inggris
ISBN: 9780006546061
Tahun publikasi: 2013 (pertama kali dipublikasikan Oktober 1953)
Jumlah halaman: 227 halaman
Buku: milik pribadi 
Temukan buku ini di Goodreads


Blurb

Guy Montag is a fireman. In his world, where television rules and literature is on the brink of extinction, firemen start fires rather than put them out. His job is to destroy the most illegal of commodities, the printed book, along with the houses in which they are hidden.
Montag never questions the destruction and ruin his actions produce, returning each day to his bland life and wife, Mildred, who spends all day with her television ‘family’. But then he meets an eccentric young neighbor, Clarisse, who introduces him to a past where people did not live in fear and to a present where one sees the world through the ideas in books instead of the mindless chatter of television.
When Mildred attempts suicide and Clarisse suddenly disappears, Montag begins to question everything he has ever known. 

Menurut Farah Tentang Buku Ini

Kisah dalam buku-buku bertema dystopia memang menyimpan kengerian tersendiri. Dalam novel 1984 karya George Orwell, kita membaca bagaimana bahasa baru di dunia Big Brother (yang dikenal dengan sebutan bahasa newspeak) menghapuskan banyak padanan kata dari kamusnya agar masyarakat tidak memiliki banyak pilihan kata untuk mengemukakan pendapat masing-masing. Dalam Fahrenheit 451 sendiri, Ray Bradbury membawa kita berkelana ke dunia masa depan ketika memiliki buku adalah sebuah dosa. Buku merupakan properti ilegal yang harus dimusnahkan segera. Di tengah masyarakat yang berpikiran dangkal dan terpaku pada hiburan artifisial berupa TV, pemadam kebakaran beralih tugas dari memadam api menjadi seseorang yang menyalakan api untuk membakar buku-buku yang masih tersisa. Sebuah dunia yang brutal untuk ditinggali para pecinta buku bukan?

Kalau dilihat dari satu sisi, 1984 dan Fahrenheit 451 memang sama-sama mengekplorasi tema tentang masa depan ketika sebuah kelompok masyarakat tidak memiliki kebebasan berpikir dan berpendapat lagi, meskipun kedua ini novel mengeksekusi tema ini dengan cara yang berbeda. 1984 lebih menfokuskan “pihak yang bertanggungjawab” dalam cerita novelnya pada pemerintahan di bawah naungan Big Brother, Thought Police, dan semua antek-anteknya. Dalam Fahrenheit 451 sendiri, alih-alih “melimpahkan kesalahan” pada satu pihak, penulis membuat kita melihat bagaimana ketidakpedulian masyarakat secara umum pada bukulah yang menyebabkan fenomena bakar-membakar buku ini terjadi. Masyarakat sudah terlanjur terpaku pada teknologi lain dan tidak mempedulikan buku lagi. Beberapa orang bahkan yakin buku merupakan sumber ketidakbahagiaan.

Guy Montag pada awalnya adalah seorang pemadam kebakaran (dan pembakar buku) yang sangat puas dengan hidup dan pekerjaannya. Montag selalu merasa senang ketika menyaksikan bagaimana api membakar buku-buku ilegal yang ditemukan diberbagai penjuru kota sedikit demi sedikit. Akan tetapi, semua mulai berubah setelah Montag mengenal Clarisse McClellan. Sama seperti bagaimana Max Demian menjungkir-balikkan kehidupan Emil Sinclar dalam novel Demian karya Herman Hesse, perkenalan antara Montag dan Clarisse, seorang gadis 17 tahun “aneh” di lingkungan tempat tinggalnya juga menguncang hidup Montag dan membuatnya mulai memandang kehidupan yang selama ini dia jalani dari sisi yang berbeda.

Di dunia Fahrenheit 451, gadis seperti Clarisse yang menemukan kebahagiaan lewat hal sederhana dan gemar bertanya “kenapa?” alih-alih “bagaimana?” dianggap memiliki sebuah kelainan. Montag awalnya begitu terkejut ketika bertemu dengan seorang gadis yang penuh dengan rasa penasaran dan selalu memancing obrolan dengan mengatakan hal-hal yang Montag sulit untuk pahami. Ketika Clarisse mendadak menghilang dan sebuah peristiwa ketika dia bertugas benar-benar mengejutkan Montag, lelaki ini pada akhirnya menyadari bagaimana kosongnya hidupnya selama ini. 

Montag mulai mempertanyakan 30 tahun dalam hidupnya. 30 tahun hidup yang bahkan tidak mampu dia ingat dengan jelas serta kehidupan dengan seorang istri yang bahkan pada kenyataannya tidak terlalu Montag kenal. Pertemuan dengan Clarisse menyadarkan Montag tentang bagaimana dalam hidup dia tidak pernah sekalipun terlibat dalam percakapan yang berarti dan bagaimana dangkalnya pemikiran orang-orang di sekitarnya. Kesadaran ini pada akhirnya membuat Montag harus melarikan diri untuk menyelamatkan hidupnya dan beberapa buku yang dapat dia bawa.

Novel yang dibagi ke dalam 3 bagian ini bisa dibilang lumayan lambat di 2 bagian awal sebelum akhirnya terasa cepat di bagian penutup. Penggunaan Salamander dan Phoenix sebagai lambang dalam kisahnya adalah salah satu bagian yang aku sukai dari Fahrenheit 451. Ada beberapa analisis menarik terkait latar belakang dan pesan dalam novel ini yang aku temukan di sparksnotes dan cliffnotes kalau kau penasaran dengan detail lengkap setelah membaca novelnya.

Apakah ada buku lain yang aku ingat setelah membaca novel ini? Hawa dystopia yang kental dalam ceritanya benar-benar mengingatkanku pada novel 1984. Selain itu, fenomena bakar-membakar buku yang menjadi tonggak dalam kisah Fahrenheit 451 secara tidak langsung juga mengingatkanku pada novel The Book Thief  karya Markus Zusak.

Kalau kau menyukai buku yang membahas tentang buku dan buku bertemakan dystopia, aku pikir buku ini dapat menjadi salah satu pilihan bacaan untukmu.

Rating
5/5

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *