Ah, Good Omens... Kalau kau membaca kiriman sebelum ini, kau akan mengenal Good Omens sebagai serial TV adaptasi tahun 2019 yang perlahan mulai mencerahkan kembali mood-ku yang sempat suram. Beberapa orang yang membaca ini mungkin saja sudah mengenal Good Omens jauh sebelum itu. Sebagai novel kolaborasi karya Terry Prachett & Neil Gaiman, Good Omens sudah rilis di pasaran sejak tahun 1990. Yep, a novel that is older than me!
Untuk sebagian besar penggemar, Good Omens itu ibarat “cinta lama yang bersemi kembali”. Novel ini adalah bacaan berkesan dari masa kecil mereka yang membawa kenangan penuh nostalgia. Berbeda sekali denganku yang masih anak bawang karena baru mulai mencintai novel ini lewat serial TV 6 jam-nya. Karena alasan ini pula, sampai sekarang aku belum membaca novel sumber adaptasi serial TV 6 episode ini. Aku sempat membaca beberapa bab awal dari Good Omens lewat Bookmate (the novel is glorious!) sebelum akhirnya memutuskan untuk langsung membeli buku fisiknya karena ingin mendapatkan pengalaman membaca yang lebih “autentik” (baca:greget).
Cinta pertamaku di fandom Good Omens sendiri adalah serial TV adaptasinya, tidak mengherankan bukan kalau aku akhirnya membaca buku yang berhubungan dengan serial TV bersangkutan? The Nice and Accurate Good Omens TV Companion & The Quite Nice and Fairly Accurate Good Omens Script Book merupakan 2 buku tie-in yang rilis bersamaan sebagai pelengkap dari serial TV Good Omens. Meskipun sudah sering melihat berbagai buku tie-in dirilis (aku sempat ngiler dengan buku original screenplay Fantastic Beast), ini adalah pengalaman pertamaku benar-benar membaca buku pelengkap semacam ini.
Dalam ulasan ini, aku akan berbagi pengalamanku membaca buku The Nice and Accurate Good Omens TV Companion untuk pertama kalinya. Keyakinanku untuk memiliki buku bersangkutan muncul setelah membaca ulasan dari situs Thoroughly Modern Reviewer ini. Aku harap pengalaman pertamaku dengan buku TV companion tidak mengecewakan. And boy… This gigantic book really delivered.
Dalam Good Omens TV Companion, kita akan disuguhkan detail mengenai sejarah panjang adaptasi novel Good Omens yang sempat dinilai unadaptable untuk layar kaca. Tidak tanggung-tanggung, proses adaptasi novel ini memang menghabiskan waktu hampir 3 dekade lamanya. Tidak hanya itu saja, buku yang disusun mengikuti format berdasarkan episode dari serial TV-nya ini juga memuat berbagai wawancara dengan aktor, aktris, serta kru yang terlibat dalam proses produksi. Ada banyak cerita dan trivia tentang proses yang berlangsung di balik layar sebelum produksi ini layak ditonton. Tidak melulu dipenuhi tulisan, buku ini juga dilengkapi banyak gambar behind-the-scenes yang memanjakan mata.
 |
David Tennant memerankan Demon Crowley dengan menyakinkan. (dokumentasi pribadi) |
Kalau bicara dari sudut pandang seorang penggemar berat, Good Omens TV Companion memang memuaskan dahagaku yang tidak pernah habis untuk berbagai hal baru yang berkaitan dengan Good Omens. Aku rasa buku ini bahkan bisa memuaskan even the biggest fans of Good Omens karena berbagai detail dan cerita menarik terkait produksi yang dikupas di dalamnya akan sulit untuk ditemukan di sumber lain. Wawancara dengan berbagai aktor/aktris yang terlibat merupakan salah satu bagian favoritku dari buku ini. Pendekatan yang setiap aktor/aktris ini gunakan dalam memainkan karakter mereka terkadang begitu berbeda & membaca proses kreatif semacam ini cukup insightful.
Wawancara yang paling berkesan bagiku adalah wawancara bersama Jon Hamm yang memerankan Gabriel. Wawancara ini begitu memorable karena aku memiliki setimen yang sama dengan Hamm terkait dengan bagaimana kisah Good Omens dapat dijadikan sebagai analogi untuk menggambarkan kondisi yang marak kita amati terjadi akhir-akhir ini;
“We
live in a time in which everyone is so convinced that their side is
right. But the more you look at it, the more you realized that both
sides are ridiculous in their certainty and that the truth lies in the
middle.” – Jon Hamm (Gabriel)
Hamm boleh jadi mengatakan ini dalam konteks polarisasi politik di Amerika Serikat. Akan tetapi, entah kenapa kutipan di atas juga sepertinya cocok ketika diaplikasikan untuk keadaan di Indonesia tercinta ini selama beberapa bulan terakhir *menghela nafas panjang*. Salah satu hal yang membuatku jatuh hati dengan Good Omens adalah bagaimana kisah duo Aziraphale/Crowley menggambarkan betapa banyaknya hal yang abu-abu di muka bumi ini. Seperti yang tidak bosan-bosannya aku paparkan dalam ulasanku terdahulu, aku percaya bahwa ada jalan tengah yang bisa kita tapaki dalam berbagai hal. Again, tidak ada yang murni “baik” atau murni “jahat”.
Kita adalah kombinasi berbagai hal, all things in between. Sayang sekali, dari yang aku amati akhir-akhir ini sepertinya sebagian besar orang sudah kehilangan “chill” mereka masing-masing. Jadi ya, aku setuju dengan Hamm bahwa “… the truth lies in the middle.” dan aku berharap sebagian besar orang secepatnya dapat mengadopsi pendekatan ini demi kehidupan yang lebih damai.
Sebagai seorang penggemar berat, aku juga puas dengan desain fisik Good Omens TV Companion yang terbilang kokoh. Meskipun terbilang besar dari segi dimensi dan lumayan berat (1,4 kg!), aku tidak terlalu keberatan (no pun intended) karena sampul hardcover dan kertas majalah glossy yang mengisi 320 halaman dalam buku ini membuatnya lebih nyaman dan “hidup” ketika dibaca. It’s heavy yes but it’s worth it! Penggunaan kertas glossy membuat warna dari berbagai gambar yang ramai menghiasi buku ini lebih cemerlang. My eyes are truly bless.
 |
Dedikasi setiap kru bahkan sampai ke detail terkecil pun benar-benar mengagumkan. (dokumentasi pribadi) |
Kalau bicara dari sudut pandang seorang pembaca first-timer buku TV Companion, Good Omens TV Companion set the bar really high for me. Aku benar-benar puas dengan buku ini. Aku memang akan berpikir dua kali sebelum membeli buku semacam ini lagi di masa depan (which is unlikely to be happen in all honesty) karena harganya yang lumayan menguras kantong. Kalau pun akhirnya memutuskan untuk membeli, aku pasti akan kembali pada Good Omens TV Companion sebagai standar pembanding. As a fan who want to know more about Good Omens production, this book really worth the money for me.
Sebagai pembaca first-timer, buku ini juga menjadi sumber informasi yang sangat kaya. Aku bisa dibilang “buta” perihal proses macam apa yang berlangsung dibalik produksi berbagai serial TV yang diadaptasi dari novel. Good Omens TV Companion sedikit banyaknya memberi gambaran besar untuk-ku sebagai pembaca awam tentang rumitnya proses produksi serial TV. Dari hal-hal besar seperti proses pemilihan tempat untuk syuting/desain kostum sampai hal kecil dan detail seperti alasan dibalik pemilihan prop khusus untuk set tertentu. Aku tidak pernah sadar produksi TV atau film bisa serumit ini. Aku juga baru sadar betapa ambisiusnya proses meng-adaptasi Good Omens yang merupakan proyek skala besar. Ketika menyaksikan versi sudah jadinya di layar kaca, aku tidak benar-benar tahu usaha macam apa yang berlangsung dibalik layar untuk scene yang (terkesan) hanya berlangsung sebentar dan terlihat bagus tanpa terlalu mencoba.
Membaca Good Omens TV Companion juga membuatku menyadari beberapa alasan dibalik kenapa aku begitu menyukai serial TV ini. Mulai dari pendekatan Neil Gaiman yang terlibat langsung dalam produksi, mindset bahwa proyek ini dibuat untuk menghormati Terry Pratchett yang sudah berpulang, sampai dedikasi setiap kru terhadap detail terkecil sekalipun. Serial TV ini dibuat dengan penuh cinta dan penghormatan. Sebagai seorang penonton, aku bisa merasakan itu dalam setiap scene di ke-6 episodenya. Aku juga merasa berterima kasih karena dedikasi orang-orang ini menghasilkan serial TV penuh cinta yang menawarkan ketenangan untukku di tengah ruwetnya kehidupan sehari-hari.
Akhir kata, Good Omens TV Companion adalah bacaan yang cocok untuk orang-orang yang sudah menyaksikan serial TV Good Omens di luar sana dan berbahagia karenanya. Kalau kau adalah penggemar serial TV ini, buku 320 halaman ini juga bisa menambah kesenangan di hatimu.
Rating
5/5
Tulisan Lain Dalam Kiriman Ini/Bacaan Lanjutan