Temukan buku ini di Goodreads
Blurb
A.A. Navis adalah salah seorang cerpenis Indoneisa yang sudah tidak asing lagi. Cerpen-cerpennya pernah memenangkan hadiah: majalah Kisah (1955), Radio Nederland Wereldomroep (1975), dan majalah Femina (1979).Salah satu cerpennya yang terkenal dan sampai sekarang masih sering dibicarakan orang ialah “Robohnya Surau Kami”. Bersama sembilan cerpen Navis yang lain, cerpen “klasik” ini dapat dinikmati kembali dalam buku Robohnya Surau Kami ini.Sebuah kumpulan cerpen yang patut dimiliki oleh setiap pelajar dan pencinta cerpen Indonesia!
Menurut Farah Tentang Buku Ini
Sebagian besar dari masyarakat Indonesia pasti sudah tidak asing lagi dengan cerpen yang satu ini. Robohnya Surau Kami. Judulnya sangat catchy dan membuat penasaran ketika dibaca atau didengar bukan? Aku pertama kali mendengar judul cerpen legendaris karya A.A. Navis ini lewat mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah. Dalam beberapa soal mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dulu, sering kali akan kita temukan soal-soal yang mengutip beberapa bagian dari berbagai cerita zaman dulu seperti Siti Nurbaya, Salah Asuhan, Azab dan Sengsara, dan Robohnya Surau Kami tentu saja. Aku belum pernah membaca kisah lengkap dari Robohnya Surau Kami sampai baru-baru ini.
Aku tanpa sengaja menemukan buku kumpulan cerpen (yang boleh dibilang jadul ini) ketika bersih-bersih rumah menjelang hari raya Idul Fitri tahun ini. Awalnya aku berpikiran bahwa Robohnya Surau Kami adalah sebuah novel. Ternyata aku salah. Agak kaget juga ketika aku menyadari bahwa Robohnya Surau Kami adalah sebuah cerpen. Selain Robohnya Surau Kami, dalam buku kumpulan cerpen ini juga terdapat 9 cerpen lain karya A.A. Navis. Totalnya ada 10 cerita pendek dalam buku 120 halaman ini.
Berikut adalah uraian singkatku tentang masing-masing cerpen dalam buku kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami ini:
>> Robohnya Surau Kami <<
Cerpen pembuka ini merupakan sebuah cerpen legendaris dan juga merupakan salah satu cerpen favoritku dalam buku kumpulan cerpen ini. Dalam cerpennya, tokoh “Aku” mengisahkan tentang bagaimana awal mula terjadinya keruntuhan di surau (mesjid kecil) di kampung tempat ia lahir. Surau itu mulai tidak terurus lagi semenjak garin yang sudah menjaga surau itu selama bertahun-tahun, yang dikenal dengan sebutan Kakek, meninggalkan surau itu tanpa penjaga lagi. Cerita dibalik kepergian Kakek dalam cerpen ini sarat dengan unsur agama dan spiritual. Ini adalah tipe cerpen yang segala hal tentang cerpennya asyik untuk didiskusikan dengan orang lain.
>> Anak Kebanggaan <<
Cerpen tentang hubungan antara orang tua (bapak) dan anak. Dalam cerpen ini juga digambarkan bagaimana terkadang orang-orang sering kali terperangkap dalam khayalan yang dibuatnya sendiri dan tidak mau menerima kenyataan yang ada.
>> Nasihat-Nasihat <<
Nasihat-Nasihat menceritakan tentang kebiasaan orang-orang untuk meminta nasihat terlebih dahulu kepada “orang tua” sebelum melakukan berbagai hal. Hawa-hawa satir sangat kental dalam cerpen yang satu ini. Aku geli sendiri ketika membacanya.
>> Topi Helm <<
Nuansa satir juga cukup terasa dalam cerpen ini. A.A. Navis menguraikan kisah panjang tentang sebuah topi helm yang (awalnya) dipakai oleh salah seorang petinggi bengkel kereta api di Padang Panjang. Kesan lain yang aku peroleh setelah membaca cerpen ini adalah bagaimana terkadang kebanggaan yang berlebihan dan tidak wajar dapat membutakan seseorang dan membuatnya melakukan tindakan tidak rasional.
>> Datangnya dan Perginya <<
Cerpen favorit keduaku dari buku kumpulan cerpen ini! Unsur agama dan melodrama dapat kita temukan dalam cerpen Datangnya dan Perginya ini. Pada awalnya aku hanya jatuh hati pada judul cerpennya. Akan tetapi, setelah selesai membaca cerpen ini aku langsung jatuh hati dengan cara A.A. Navis mengeksekusi cerita yang bisa dibilang premisnya sudah cukup mainstream untuk digunakan di zaman sekarang (bagaimanapun juga cerpen ini dapat dikategorikan sebagai cerpen zaman dulu!) ini dengan mulus.
>> Pada Pembotakan Terakhir <<
Kisah dalam cerpen Pada Pembotakan Terakhir ini sangat miris menurutku. Dalam cerpen ini seolah digambarkan bagaimana terkadang orang-orang baik tidak selalu menerima hal-hal baik yang sepatutnya ia terima dan bagaimana orang-orang jahat terkadang (belum) menerima ganjaran yang sepantasnya atas perbuatannya.
>> Angin dari Gunung <<
Cerpen favorit ketigaku dari buku kumpulan cerpen ini! Aku langsung menyukai cerpen ini karena hawa sentimental begitu kental sepanjang kisah di cerpennya. Bahasa yang digunakan oleh penulis dalam cerpen ini juga terasa lebih puitis dibandingkan bahasa dalam cerpen-cerpen lain di buku ini.
Sejauh mataku memandang, sejauh aku memikir, tak sebuah jua pun mengada. Semuanya mengabur, seperti semua tak pernah ada. Tapi angin dari gunung itu berembus juga. Dan seperti angin itu juga semuanya lewat tiada berkesan. Dan aku merasa diriku tiada. – Hal.74
>> Menanti Kelahiran <<
Sejujurnya aku sendiri masih agak bingung dengan cerpen yang satu ini. Secara garis besar kita disuguhi dengan cerita tentang hubungan seorang suami dan seorang istri yang sedang menantikan kelahiran anak mereka. Akan tetapi, meskipun konflik telah muncul dan aku sudah membaca cerita ini sampai akhir aku tetap tidak yakin dengan pesan dibalik kisah dalam cerpen ini.
>> Penolong <<
Cerpen ini membuatku bergidik. Aku tanpa ragu langsung mengkategorikan cerpen ini dalam kategori cerpen ber-genre horror. Tapi jangan salah… Horror dalam cerpen ini sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan makhluk halus. Terkadang manusia bisa menjadi lebih mengerikan daripada makhluk dari dunia seberang.
>> Dari Masa ke Masa <<
Cerita dalam cerpen ini menyorot tentang hubungan antara “golongan tua” dan “golongan muda”. Ini adalah kutipan favoritku dalam cerpen ini:
“Kini saya baru tahu, kerjaan kita yang terutama sekarang ialah membenahi akibat kerja kita masa lalu,” kata saya yang masih belum dapat menghentikan tawa. – Hal.114
Aku merekomendasikan buku kumpulan cerpen ini untuk para penggemar cerita pendek Indonesia di luar sana! Buku ini adalah bacaan wajib untukmu. Buku ini juga patut untuk dibaca oleh masyarakat Indonesia di luar sana karena bagaimanapun juga… Ini adalah warisan sastra negeri kita.
Ayo kita budayakan membaca buku!
Rating
4.4/5