loyal simultaneously to her family, her neighborhood, her profession, and her
nation – why not add humankind and planet earth to that list? True, when you
have multiple loyalties, conflicts are sometimes inevitable. But then who said
life was simple? Deal with it.” – From Nationalism, Part 2: The Political
Challenge.
Judul: 21
Lessons for the 21st Century
Penulis: Yuval Noah Harari
Penerbit: Vintage Digital
ISBN: 9781473554719
Tahun publikasi: 2018
Jumlah halaman: 425 halaman
Buku: dibaca via Bookmate
Bahasa: Inggris
Kategori umur: adult
Temukan buku ini di Goodreads
Blurb
Sapiens showed us where we came from. Homo Deus
looked to the future. 21 Lessons for the 21st Century explores the present.
How can we protect ourselves from nuclear war, ecological cataclysms and
technological disruptions? What can we do about the epidemic of fake news or
the threat of terrorism? What should we teach our children?
Yuval Noah Harari takes us on a thrilling journey through today’s most urgent
issues. The golden thread running through his exhilarating new book is the
challenge of maintaining our collective and individual focus in the face of
constant and disorienting change. Are we still capable of understanding the
world we have created? – Goodreads
Menurut Farah Tentang Buku Ini
Harari yang pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris pada tahun 2014, Sapiens: A Brief
History of Human Kind, sampai saat ini pun masih saja sering
berseliweran di komunitas dunia maya yang aku diikuti. Niatan untuk membaca
buku ini (tentu) sudah ada sejak lama. Sama seperti nasib beragam buku lain
yang tertangkap di radarku, Sapiens sudah masuk dalam antrian panjang
buku wishlist yang ingin aku baca
nanti’ sendiri bisa jadi 2 jam lagi atau 5 tahun ke depan. >Fun fact; To
Kill A Mockingbird harus menghabiskan waktu 5 tahun di timbunan buku
sebelum akhirnya aku baca!<
Harari-lah yang akhirnya menjadi perkenalanku terhadap tulisan non-fiksi
Beliau. 21 Lessons for the 21’st Century merupakan kumpulan 21 tulisan
yang mengupas “pelajaran” apa saja yang dapat dipetik dari beragam peristiwa
yang terjadi sejauh ini di abad 21. Dalam bagian introduction di awal
buku, Harari menulis bahwa 21 Lessons for the 21’st Century ditulis
berbarengan dengan percakapan langsung yang dia miliki dengan publik. Banyak
bab dalam buku ini ditulis Harari sebagai respon atas pertanyaan yang diajukan
pembaca, jurnalis, dan kolega Beliau. Tidak mengherankan memang kalau tema
tulisan dalam buku 435 halaman ini cukup beragam.
Lessons for the 21’st Century dibagi ke dalam 5 bagian besar;
Bagian 1: The
Technological Challenge [I’m not a fan of
this section]
4 tulisan dengan tema Disillusionment, Work, Liberty, dan Equality.
Aku seolah membaca prediksi masa depan yang nighmarish dan full-blown-dystopian
pada bagian ini. Entah kenapa, di level personal teknologi AI (Artificial
Intellegence) masih terasa begitu asing dan jauh dari jangkauan. Aku juga
belum siap dengan masa depan dimana kita harus menyerahkan autonomi dalam
pengambilan keputusan pada teknologi ciptaan manusia ini. Membaca bagian 1
seperti menyelam dalam semesta serial TV Black Mirror dimana teknologi
sering kali mendatangkan sengsara alih-alih membantu.
Bagian 2: The
Political Challenge [This section “hit
close to home”]
Tulisan pada bagian 2
dalam 21 Lessons for the 21’st Century ini terasa begitu relevan dengan
kondisi politik luar/dalam negeri beberapa bulan terakhir. Terdiri dari 5
tulisan bertemakan Community, Civilization, Nationalism, Religion,
dan Immigration – bagian ini juga merupakan bagian yang paling menantang
buatku sebagai pembaca pemula isu sosial & politik global. Meskipun ditulis
dalam Bahasa Inggris yang mudah dimengerti, tulisan-tulisan yang sarat akan
muatan sosial dan politik ini tetap membuat otak
bekerja keras untuk mencerna. Terlepas dari kesulitan yang aku temui, ada
beragam pengetahuan yang aku petik dari bagian kedua ini.
Bagian 3: Despair
and Hope [My favorite section from this
book!]
Dari 5 bagian dalam 21
Lessons for the 21’st Century, tulisan-tulisan di bagian ketigalah yang
paling mengesankan untukku. Pembahasan tentang Terrorism, War, Humility,
God, dan Secularism memang rawan memicu huru-hura. Oleh karena
itu, aku mengapresiasi bagaimana Harari berusaha menulis topik-topik ini dengan
cara senetral dan se-respectful mungkin. Dari 21 tulisan yang ada, Humility:
You are not the centre of the world dan God: Don’t take the name
of God in vain boleh jadi adalah tulisan terfavoritku dalam buku ini. I’ll
revisit those articles again in the near future. Secara khusus, ada 2
kutipan yang begitu menohok dari tulisan God: Don’t take the name of God in
vain;
“You want to
wage war on your neighbours and steal their land? Leave God out of it, and find
yourself some other excuse.”
“Perhaps the
deeper meaning of this commandment is that we should never use the name of god
to justify our political interests, our economic ambitions or our personal
hatreds.”
4: Truth [It’s another
dystopian-esque section but feels instrospective somehow]
tidak terlihat cerah dalam 4 tulisan dengan tema Ignorance, Justice,
Post-Truth, dan Science Fiction ini. Dalam Ignorance; You know
less than you think, Harari seolah menyentil manusia yang (acap
kali) terlampau percaya diri dengan pengetahuannya yang
begitu terbatas. Ignorance berusaha memberi pertimbangan pada para
pembacanya agar tidak lupa dengan batasan yang dimiliki diri sendiri. Ini
adalah tulisan lain dari Harari yang akan aku kunjungi dari waktu ke waktu cause
I really love a good roast.
tulisan bertajuk Justice & Post-Truth yang terdengar familiar
tapi tetap saja menggelitik pemikiranku;
“Greatest
crimes in modern history resulted not just from hatred and greed, but even more
so from ignorance and indifference.” (Justice)
“Human have this
remarkable ability to know and not to know at the same time. Or more correctly,
they can know something when they really think about it , but most of the time
they don’t think about it, so they don’t know it.”(Post-truth)
“One of
the greatest fictions of all is to deny the complexity of the world, and think
in absolute terms of pristine purity versus satanic evil.” (Post-truth)*
bagaimana tidak ada yang benar-benar hitam atau putih di dunia yang kompleks
ini juga sudah muncul dalam ulasanku terhadap beberapa buku lain (1)
(2)
Bagian 5: Resilience
[This section is just lost in me]
21 Lessons for the 21’st Century
ditutup dengan 3 tulisan bertema Education, Meaning, Meditation.
Aku masih mampu mencerna Education dengan cukup lancar. Ketika
pembahasan mulai berangkat ke ranah yang lebih filosofis dalam Meaning dan
Meditation, otak ini pun akhirnya menyerah. Hal-hal berbau filosofis
memang belum bisa menetap dengan tenang dalam pikiranku sampai tulisan ini
ditulis. Mungkin aku bisa memahami tulisan ini beberapa tahun ke depan. Akan
tetapi, untuk saat ini it just lost in me.
(GIPHY) |
karya Yoval Nuah Harari, aku cukup puas dengan 21 Lessons for the 21’st
Century. Sebuah ulasan lain yang aku lihat di Bookmate meng-klaim
bahwa buku ini memang cocok untuk pembaca yang baru memperkenalkan dirinya
dengan tulisan Harari. Ulasan ini juga menjelaskan bagaimana ide-ide dalam 21
Lessons for the 21’st Century sudah bukan barang baru lagi untuk pembaca
yang sudah mengikuti 2 karya Harari sebelum ini; Sapiens dan Homo Deus.
Aku belum bisa mengkonfirmasi klaim ini tentu saja. Akan tetapi, aku memang
berencana untuk tetap membaca karya Harari yang lain setelah istirahat sejenak
dari topik non-fiksi yang berat dan (harus aku akui) seringkali membawa prospek
menakutkan ini.
Kalau kau ingin menambah
pengetahuan dan menggali “makna lebih dalam” dari beragam peristiwa
sosial/politik global terkini, 21 Lessons for the 21’st Century dapat
menjadi salah satu pilihan bacaan untukmu.
Rating
Artikel
Lain Yang Disebut Dalam Tulisan Ini
Space
– Tentang To Kill A Mockingbird
3. Far’s
Books Space – Tentang The Nice and Accurate Good Omens TV Companion
4. Far’s Books
Space – Tentang Rentang Kisah karya Gita Savitri Devi