Tentang The Good Son Karya Jeong You Jeong

“Everyone knew that you couldn’t gain something if you were allowed nothing, but Mother, who knew everything about everything. didn’t seem to know that.”


Informasi Buku
Judul: The Good Son
Penulis: Jeong You Jeong

Penerjemah: Chi-Young Kim

Penerbit: Penguin Books
ISBN: 9780143131953
Tahun publikasi: 2018 (pertama kali dipublikasikan tahun 2016 dalam Bahasa Inggris)
Jumlah halaman: 309 halaman

Buku: milik pribadi
Bahasa: Inggris
Kategori umur: adult
Temukan buku ini di Goodreads

Blurb

The Talented Mr. Ripley meets The Bad Seed in this breathless, chilling psychological thriller by the bestselling novelist known as “Korea’s Stephen King” Who can you trust if you can’t trust yourself?
Early one morning, twenty-six-year-old Yu-jin wakes up to a strange
metallic smell, and a phone call from his brother asking if everything’s
all right at home – he missed a call from their mother in the middle of
the night. Yu-jin soon discovers her murdered body, lying in a pool of
blood at the bottom of the stairs of their stylish Seoul duplex. He
can’t remember much about the night before; having suffered from
seizures for most of his life, Yu-jin often has trouble with his memory.
All he has is a faint impression of his mother calling his name. But
was she calling for help? Or begging for her life? Thus begins Yu-jin’s
frantic three-day search to uncover what happened that night, and to
finally learn the truth about himself and his family. A shocking and
addictive psychological thriller, The Good Son explores the mysteries of mind and memory, and the twisted relationship between a mother and son, with incredible urgency.

Menurut Farah Tentang Buku Ini

The Good Son merupakan novel ke-4 dari penulis Korea Selatan, Jeong You Jeong, yang terbit pada tahun 2016. Novel ke-4 ini sepertinya juga akan mengikuti jejak dua novel terdahulu Jeong You Jeong, Shoot Me In The Heart & Seven Years of Night, yang sudah diadaptasi menjadi film layar lebar di negara asalnya. The Good Son sendiri adalah novel pertama Jeoung You Jeoung yang akhirnya diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris. Diterjemahkan dengan luwes oleh Kim Chi-Young, The Good Son menjadi bacaan thriller yang cukup menarik dan terasa segar untukku.
Ini memang kali pertamaku bersinggungan dengan novel thriller karya penulis Korea Selatan setelah sebelumnya berkenalan dengan literatur Korea lewat novel Vegetarian-nya Han Kang. Meskipun ada beberapa aspek dalam The Good Son yang terasa “kurang sreg”[1] karena perkara selera pribadi, aku bisa mengerti kenapa banyak orang yang jatuh hati dengan novel yang secara garis besar berkisah tentang “iblis” dalam diri manusia ini.
Aku (lagi-lagi) berjodoh dengan buku yang satu ini berkat jasa diskon awal tahun di toko online Periplus. Lucunya, walaupun sudah selesai membaca buku ini hampir dua bulan lalu, aku baru tergerak untuk menulis panjang lebar tentangnya hari ini. Ketika mengingat lagi pengalamanku membaca novel Vegetarian setelah selesai dengan The Good Son, entah kenapa aku merasa 2 novel yang begitu berbeda ini (setidaknya) punya sebuah kesamaan. Kisah dalam kedua novel ini (to an extent) sama-sama mengusung unsur psikologis yang membuat pembaca mempertanyakan banyak hal (meskipun dalam kapasitas berbeda) Vegetarian boleh jadi lebih vague dan filosofis kalau dibandingkan dengan The Good Son yang cenderung lebih straight forward. Akan tetapi, tetap saja membaca 2 novel ini membuatku melalui dilema moral(?) yang sama. 
Cerita dalam dua novel ini pun butuh waktu lama agar bisa dicerna. Sampai saat ini, aku masih merenungkan alasan (dan makna) dibalik keputusan ekstrim Yeonghye di Vegetarian. Membaca The Good Son sendiri membuatku (lagi-lagi) dibanjiri oleh pertanyaan terkait topik klasik yang sudah didebatkan orang tanpa ada habisnya, fenomena nature vs nurture[2]. Secara singkatnya, fenomena ini mempertanyakan bagaimana gen (nature) dan faktor lingkungan (nurture) mempengaruhi karakteristik dan kecenderungan manusia. Apa beberapa orang memang sudah dilahirkan dengan gen yang telah mem-program dirinya untuk menjadi “jahat”? Apa jahat tidaknya orang pada akhirnya kembali lagi pada pengaruh lingkungan tempat dia tumbuh dan besar?
***

Dalam dunia perfilman, pertanyaan tentang nature vs nurture pernah disorot dalam film seperti We Need To Talk About Kevin (2011) dan Stoker (2013). Baru-baru ini, Three Identical Strangers (sebuah film dokumenter Netflix), bahkan mendokumentasikan usaha untuk menyudahi perdebatan tanpa akhir ini melalui sudut pandang mengejutkan dan tidak terduga. Menyaksikan film-film di atas dan membaca The Good Son membuatku semakin bertanya-tanya tentang fenomena ini.

Yujin terbangun pada suatu pagi dari tidurnya dengan sakit kepala yang teramat sangat dan badan yang berlumuran darah. Belum habis rasa heran ketika sadar akan kondisinya, Yujin malah harus mendapati sang Ibu sudah terbaring kaku di atas genangan darahnya sendiri. Pria ini sama sekali tidak ingat apa yang terjadi pada malam sebelumnya. Alur cerita dalam The Good Son pun menjadi semakin liar dari bagian ini. Pembaca akan mengikuti Yujin dalam penyelidikannya untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Kita juga akan dibawa jauh dalam perjalanan kilas balik agar lebih memahami dinamika hubungan Ibu dan anak ini. Pada akhirnya, cerita mengejutkan dalam The Good Son tidak bertujuan untuk menguak siapakah sang pelaku kejahatan. Sebaliknya, novel 309 halaman ini justru fokus dalam menguraikan bagaimana kronologis kejadian yang sebenarnya.  


Jauh dalam hati pembaca, aku yakin setiap orang pasti (sedikit banyaknya) sudah bisa menduga kronologis kejadian yang sebenarnya dalam The Good Son. Terima kasih kepada narasi Yujin yang sangat tidak bisa diandalkan, pembaca akan berulangkali digiring untuk menjauh dari kebenaran yang sebenarnya sudah ada dalam pikiran mereka. Sebagai protagonis, Yujin adalah sosok yang begitu tragis. Aku merasa marah, kasihan, miris, dan kesal pasca membaca “kebenaran” dibalik sosoknya. Aku merasa;
1. Kasihan ketika membaca twist tentang Ibu Yujin (berbagai pertanyaanku tentang nature vs nurture terasa begitu relevan di bagian ini)
2. Miris bercampur marah ketika Jeong You Jeong akhirnya mengkonfirmasi kecurigaanku di awal novel ini lewat cara Beliau menutup kisah Yujin. 
3. Kecewa pada Yujin karena keputusan yang dia ambil. Tapi, bisa menyalahkan siapa coba? Sesungguhnya tidak ada salah dan benar dalam perkara ini.

Dalam The Good Son, Jeong You Jeong mencoba untuk mengupas satu sisi cerita dari sosok kompleks dengan kecenderungan psikopatik. Pembaca akan melihat bagaimana interaksi antara faktor luar dan dalam diri memberi pengaruh buruk tidak terelakkan bagi individu ini. Aku jadi bertanya-tanya, apakah bibit yang bersemi menjadi kejadian mengerikan dalam cerita ini sebenarnya sudah tertanam lewat keputusan salah satu tokoh ceritanya bertahun-tahun lalu? Atau apakah kejadian ini cepat atau lambat sudah pasti akan terjadi juga terlepas dari keputusan tokoh itu? 

Apakah balada Yujin (dan keluarga) ini bisa menjadi contoh kasus yang cocok untuk teori Diathesis-stress model?[3]

***

Dikutip dari artikel di situs Koreabizwire, Jeong You Jeong menyatakan bahwa dia sempat khawatir bahwa kritikus akan menilai dia “mempercantik” villain dalam The Good Son. Aku rasa impresi inilah yang aku dapatkan sesaat setelah selesai membaca buku ini. Aku tidak terlalu menyukai The Good Son karena impresi ini. Kalau kau bertanya apa pendapatku tentang buku ini saat itu, aku rasa dengan penuh sarkasme aku akan menjawab bahwa kurang lebih judul alternatif untuk novel ini adalah “How to (dramatically) got away with murders“.

Setelah merenungkan ini selama 2 bulan, aku mulai mengerti poin yang ingin dibuat penulis cerita. Aku tidak terlalu sebal lagi dengan kisah dalam The Good Son. Sekarang aku hanya heran bercampur kagum karena sang penulis sukses membuat pembaca bertanya-tanya lewat cerita thriller domestik ini.

Masih di artikel situs Koreabizwire, aku juga mengamati bahwa si penulis artikel menyebutkan novel The Good Son dengan judul lain, “The Origin of Species”. Setelah mengulik lebih jauh di internet, ternyata judul asli novel ini <종의 기원> ketika diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris memang menjadi <Origin of Species>. Aku tidak tahu pertimbangan apa yang membuat judul novel ini akhirnya diubah menjadi <The Good Son> dalam edisi Bahasa Inggris. Akan tetapi, aku sendiri merasa The Origin of Species adalah judul yang lebih tepat. Setelah selesai membaca kisah Yujin, judul ini sungguh terasa lebih masuk akal. Mungkin mereka menggunakan <The Good Son> untuk memunculkan kesan ironi?


Akhir kata, aku akan merekomendasikan The Good Son untuk pembaca yang sedang mencari cerita thriller domestik tenang dan lebih fokus pada sisi psikologis di balik individu yang melakukan kejahatan. Pembaca yang tertarik dengan bacaan yang mengangkat topik dinamika keluarga abnormal bisa jadi juga menganggap The Good Son sebagai bacaan menarik.

Untuk teman-teman pembaca lokal yang penasaran dengan novel ini, Gramedia Pustaka Utama sudah menerbitkan The Good Son versi terjemahan Bahasa Indonesia.

>>>

[1] Entah kenapa penutup kisah Yujin terasa agak datar untuk seleraku. Kalau dipikir-pikir lagi, penutup cerita seperti ini memang merupakan pilihan yang tepat untuk cerita thriller domestik seperti The Good Son. Sepertinya aku membaca buku ini dengan ekspektasi yang kurang tepat di awal. Mungkin seleraku memang lebih cenderung kepada thriller bombatis dengan ending wow. 
[2] Bacaan lanjutan; Penjelasan tentang Nature vs. Nurture [Penjelasan Simple dan Singkat] [Penjelasan Panjang dan Detail] [Penjelasan di Wikipedia]

[3] Bacaan lanjutan; *Apa itu Diathesis Stress Model? **Diathesis Stress Model dalam menjelaskan berbagai gangguan kesehatan mental. 

Rating
3,5/5 

Terhibur/terbantu dengan tulisan ini? Dukung Farah melalui Karyakarsa

Farah melacak bacaannya di situs buku alternatif  The Storygraph | farbooksventure di The StoryGraph

Ingin tanya-tanya & tetap anonim? Kirim saja pertanyaanmu lewat Curious Cat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *