[07/03/19] Tentang Behold the Dreamers Karya Imbolo Mbue

 “It seemed to him a raher pathetic way of being, postponing the inevitable. He would much rather be truly free.”


Informasi Buku 
Judul: Behold the Dreamers
Penulis: Imbolo Mbue
Penerbit: Random House
ISBN:
9780525510116

Tahun
publikasi: 2017 (pertama kali dipublikasikan tahun 2016)

Jumlah
halaman: 399 halaman

Buku:
milik pribadi

Bahasa:
Inggris

Kategori
umur: adult 

Temukan
buku ini di Goodreads

Blurb

A compulsively
readable debut novel about marriage, immigration, class, race, and the
trapdoors in the American Dream—the unforgettable story of a young
Cameroonian couple making a new life in New York just as the Great
Recession upends the economy

Named one of BuzzFeed’s “Incredible New Books You Need to Read This Summer”

Jende
Jonga, a Cameroonian immigrant living in Harlem, has come to the United
States to provide a better life for himself, his wife, Neni, and their
six-year-old son. In the fall of 2007, Jende can hardly believe his luck
when he lands a job as a chauffeur for Clark Edwards, a senior
executive at Lehman Brothers. Clark demands punctuality, discretion, and
loyalty—and Jende is eager to please. Clark’s wife, Cindy, even offers
Neni temporary work at the Edwardses’ summer home in the Hamptons. With
these opportunities, Jende and Neni can at last gain a foothold in
America and imagine a brighter future.

However, the world of
great power and privilege conceals troubling secrets, and soon Jende and
Neni notice cracks in their employers’ façades.

When the
financial world is rocked by the collapse of Lehman Brothers, the Jongas
are desperate to keep Jende’s job—even as their marriage threatens to
fall apart. As all four lives are dramatically upended, Jende and Neni
are forced to make an impossible choice.

Menurut Farah Tentang Buku Ini

Ini adalah pengalaman pertamaku membaca novel karya penulis keturunan Afrika. Rasa penasaranku
akan novel sejenis ini memang sudah muncul sejak aku melihat novel-novel karya penulis keturunan
Afrika dibaca oleh salah seorang teman
beberapa bulan lalu. Sayang sekali, wishlist buku yang sudah menggunung akhirnya belum menempatkan buku-buku ini dalam prioritas utamaku. Ketika Periplus mengadakan diskon buku besar-besaran (hampir 90%!) awal tahun kemarin, aku tanpa sengaja melihat Behold the Dreamers dalam jajaran buku yang didiskon.
Buku ini ternyata juga merupakan salah satu buku pilihan dalam klub buku Oprah di tahun 2017.

Aku akhirnya memutuskan untuk membeli buku ini ketika teringat dengan berbagai prompt Tantangan Baca PopSugar 2019 yang harus dipenuhi. Behold the Dreamers bisa memenuhi prompt “Buku karya penulis Asia, Afrika, & Amerika Selatan” dan Buku yang direkomendasikan oleh selebritas yang kamu kagumi”.

Diskon besar dan buku yang menjanjikan banyak hal baru membuatku mulai membaca buku ini dengan mood bagus.
***
Behold the Dreamers adalah jenis buku tenang yang fokus pada karakter-karakter di dalamnya (character driven). Di permukaan, buku 399 halaman ini mengeksplorasi fenomena American Dream yang tidak melulu berakhir indah. Seperti yang dikatakan The New York Times dalam sampul bukunya, Behold the Dreamers itu “savage and compassionate in all the right places. American Dream memang bukan istilah yang asing lagi di telinganku. Akan tetapi, Behold the Dreamers adalah persinggungan pertamaku dengan novel yang mengangkat tema ini.

The Jongas & The Edwards adalah 2 keluarga yang menjadi fokus utama dalam Behold the Dreamers. Di awal cerita, pembaca akan mengenal Jende Jonga, seorang kepala keluarga imigran dari Kamerun yang sedang menetap di Harlem, Amerika Serikat (AS). Bersama dengan istrinya, Neni, yang memendam impian untuk menjadi seorang farmasis & anak laki-laki 6 tahun mereka, Liomi, Keluarga Jonga sedang berada di tengah “perang” untuk mendapatkan suaka dan green card agar bisa menetap di AS. Jalan mereka menuju kehidupan permanen di AS seolah mulai terbuka ketika Jende memperoleh peruntungan untuk bekerja sebagai pengemudi pribadi Clark Edwards, seorang eksekutif senior di Lehman Brothers, Wall Street.
Menjadi pengemudi pribadi Clark juga membuat Jende bersinggungan langsung dengan anggota Keluarga Edwards lain. Sedikit demi sedikit, Jende (dan pembaca) pun mulai menyadari kontras antara Keluarga Jonga dan Keluarga Edwards. Pada akhirnya, beberapa hal yang terlihat sempurna di luar ternyata tidak begitu adanya kalau dilihat dari dalam. Ketika perusahaan Clark collapse dan kondisi ekonomi global mulai menurun, Keluarga Jonga terpaksa harus mempertimbangkan kembali keputusan dan impian yang membawa mereka ke AS.

***

Kontras antara Keluarga Jonga yang merupakan kalangan imigran pekerja keras dan Keluarga Edwards yang merupakan kalangan kelas atas di AS pada awalnya membuatku berpikiran bahwa satu keluarga akan dituliskan “lebih baik” daripada keluarga yang lain. Faktanya? Dugaanku ini langsung dibantah oleh cara Imbolo Mbue menuliskan setiap karakter dalam novelnya. There is no saint in this story. Keluarga Jonga tidak digambarkan sebagai keluarga selfless yang selalu berbuat baik agar bisa bertahan hidup di AS. They have their fair share of dubious deeds in the story. Keluarga Edwards sendiri tidak melulu digambarkan sebagai tipikal keluarga elit sempurna yang tidak punya hati. Pada akhirnya, dua keluarga berbeda ini memiliki kesamaan. Mereka sama-sama rela melakukan apa saja demi keluarga masing-masing. Dua keluarga ini juga sama-sama menghadapi tantangan dalam keseharian mereka meskipun tantangan masing-masing mereka berbeda.

Mbue berusaha menempatkan dirinya dalam 2 sudut pandang keluarga yang bertolakbelakangan. Karakter-karakter dalam kedua keluarga ini boleh dibilang sangat realistis. Tidak ada yang murni baik dan tidak ada yang benar-benar jahat. Keputusan-keputusan yang mereka pilih, baik atau tidak-terlalu-baik, mudah diduga atau tidak terduga, menempatkan mereka sebagai sosok yang sangat manusiawi dalam cerita. Dalam wawancara di penutup novel Behold the Dreamers, Mbue sendiri memang menjelaskan bahwa memunculkan simpati untuk keluarga penuh “privilege” seperti Keluarga Edwards bukanlah perkara mudah. Mbue mengakui bahwa dia pun sempat memiliki “penilaian” tersendiri terhadap kalangan seperti Keluarga Edwards. “Penilaian” ini akhirnya berusaha dia hilangkan dengan memandang Keluarga Edwards sebagai manusia yang sama-sama memiliki impian dan harapan mereka tersendiri.
I had to learn that showing empathy doesn’t really have anything to do with having similar demographics or backgrounds or lifestyles. It’s about shared humanity – On “A Conversation with Imbolo Mbue”, Page 393.
Dari kisah 2 keluarga ini, aku juga menarik kesimpulan bahwa beberapa orang boleh jadi memiliki “privilege” kalau dibandingkan dengan beberapa orang lain. Akan tetapi, ini bukan berarti bahwa beberapa orang yang punya “privilege” ini mendadak tidak memiliki masalah apa-apa dalam hidup mereka. Having a privilege doesn’t mean you suddenly problem-free, it means that you suddenly also have your own-brand-of-problems.

*** 

Aku sejujurnya membutuhkan waktu beberapa saat sebelum akhirnya betah membaca buku ini. Setelah 100 halaman berlalu, aku akhirnya ikut harap-harap cemas dengan akhir kisah 2 keluarga ini. Ada aura sedih yang dipancarkan oleh novel realistis ini. Kita akan sadar bahwa terkadang tidak semua mimpi akan terwujud. Beberapa mimpi terkadang harus digantikan dengan mimpi lain atau bahkan ditinggalkan sama sekali.
Aku akan merekomendasikan novel Behold the Dreamers untuk pembaca yang sedang mencari novel yang memotret fenomena American Dream dengan cara realistis.
Rating
3,5/5

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *