Informasi Buku
Judul: Honey Girl
Penulis: Morgan Rogers (intip situs resmi penulis di sini)
Format Buku: Audio
Narator: York Whitaker
Durasi: 10 jam, 11 menit
Bahasa: Inggris
Penerbit: Harlequin Audio
ISBN: 9781488210754
Artis Sampul: Poppy Madga
Design Sampul: Gigi Lau
Tahun publikasi: 2021
Baca juga review lain di The StoryGraph
Blurb Buku
A refreshingly timely and relatable debut novel about a young woman whose life plans fall apart when she meets her wife.
With her newly completed PhD in astronomy in hand, twenty-eight-year-old Grace Porter goes on a girls’ trip to Vegas to celebrate. She’s a straight A, work-through-the-summer certified high achiever. She is not the kind of person who goes to Vegas and gets drunkenly married to a woman whose name she doesn’t know…until she does exactly that. This one moment of departure from her stern ex-military father’s plans for her life has Grace wondering why she doesn’t feel more fulfilled from completing her degree. Staggering under the weight of her parent’s expectations, a struggling job market and feelings of burnout, Grace flees her home in Portland for a summer in New York with the wife she barely knows. In New York, she’s able to ignore all the constant questions about her future plans and falls hard for her creative and beautiful wife, Yuki Yamamoto. But when reality comes crashing in, Grace must face what she’s been running from all along—the fears that make us human, the family scars that need to heal and the longing for connection, especially when navigating the messiness of adulthood.
Pilihan Akses Buku
Aku mendengar edisi audiobook Honey Girl melalui Scribd.
Edisi paperback bisa ditemukan di Periplus.
Edisi e-book juga tersedia di Google Play Book.
Penasaran ingin mencoba Scribd? Kamu bisa menggunakan link referal ini untuk coba-coba.
Menurut Farah Tentang Buku Ini
Membaca blurb Honey Girl akan memberi kesan bahwa novel kontemporer ini adalah kisah romantis. Asumsi yang tidak sepenuhnya salah tentu saja. Romansa antara Grace Porter & Yuki Yamamoto memang merupakan salah satu komponen dalam novel. Akan tetapi, cerita romance mereka bukanlah fokus utama. Honey Girl, pada intinya, adalah kisah coming-of-age seorang perempuan black & queer di penghujung usia 20-an. Buku ini juga bercerita tentang ketidakpastian yang datang setelah kamu menyelesaikan pendidikan akademik yang hampir dekade durasinya.
Menasbihkan genre spesifik untuk Honey Girl memang sulit. Fakta ini juga diamini oleh review buku Honey Girl dari The Seattle Times & wawancara Bitch Media dengan Morgan Rogers sendiri:
“ When I pitched the book to my agent and we were talking about submitting it to editors, I said it’s not a romance novel. It doesn’t really fit the beats and tropes in the romance genre. It’s first and foremost a coming-of-age [novel], even though those usually skew much younger in age. I’m younger than Grace. I’m 28, but it feels like a time where you can have this rebirth, grow, learn, and figure out who you want to be and where you want to go from here.”
Fleksibilitas dalam hal genre membuat Honey Girl bisa menyinggung banyak topik yang relevan buatku sebagai pembaca. Topik seperti burn out, feeling lost in life, suka-duka pertemanan (friendship), kesehatan mental, sampai hubungan kompleks dengan orang tua membangun cerita coming-of-age seorang Grace Porter. Melihat panjangnya bagian pembuka review Honey Girl ini, jangan heran kalau bagian selanjutnya akan lebih panjang lagi.
Semoga kamu menikmati tulisan panjang tentang (banyak) hal yang aku sukai dari novel Honey Girl:
Hal Yang Disukai
Hal pertama yang membuatku tertarik pada novel Honey Girl (selain sampul cantik) adalah trope “Marriage In Vegas” yang langsung muncul di blurb buku. Sudah bukan rahasia lagi bahwa aku adalah pembaca rutin fanfiction (FF). Trope satu ini adalah staple dari puluhan (bahkan ratusan) FF yang sudah aku baca selama hampir satu dekade terakhir. Meskipun awalnya hanya berspekulasi, Morgan Rogers sudah mengkonfirmasi dalam beberapa wawancara bahwa dia memang terinspirasi dari FF:
“I got my start in writing [through] reading fanfiction, so I’m very familiar with the [genre’s] tropes. I have my favorite tropes that I like to read and look for. So I kept throwing out all these ideas of things I wanted to write and I had all these works in progress. And I was like, why don’t I just write what I want to read? I love the married-in-Vegas trope. I love the idea of two people who don’t know each other having to make things work and figure out how they fit or if they fit.” – dalam wawancara dengan Evette Dione dari Bitch Media.
>>>
Kalau bicara topik, aku sangat menikmati eksplorasi hubungan orang tua/anak dan queer friendship dalam cerita. Dua hubungan ini bisa dibilang merupakan fokus utama dalam perjalanan Grace Porter sebagai karakter (bahkan lebih dari hubungan romantis Grace dengan Yuki).
Aku suka bagaimana Grace belajar melihat orang tuanya dari sudut pandang berbeda. Bahwa di akhir hari orang tua adalah manusia tidak sempurna. Meskipun berusaha sebaik-baiknya, terkadang tindakan mereka akan berefek negatif pada anak, walau mereka tidak berniat memunculkan efek itu. Aku juga suka bagaimana teman-teman queer Grace menjadi support system untuk dia ketika keluarga dekat Grace tidak bisa menawarkan dukungan ini. Hubungan pertemanan mereka juga dipotret dengan realistis. It’s not a perfect friendship at all. Aku sangat mengapresiasi nuance yang Morgan Rogers tawarkan.
Dalam hubungan apapun, akan ada titik ketika konflik muncul & kita berpotensi melukai perasaan satu sama lain. That’s the deal with human relations. Hal yang penting adalah bagaimana kita bekerja sama untuk memecahkan konflik ini. Aku pikir ini adalah hal penting untuk diingat karena meskipun berharap kita tidak melukai perasaan siapa-siapa apalagi orang terdekat, konflik adalah bagian tak terpisahkan dalam hubungan sehat.
>>>
Membaca berbagai tantangan yang dialami Grace & kawan-kawannya sebagai individu di usia 20-an sangat menenangkan. Aku merasa tidak sendiri.
>>>
Hal Yang Tidak Terlalu Disukai
Seperti yang sudah kamu lihat, aku adalah pengulas bias karena aku benar-benar menyukai buku ini. Bagian “Hal Yang Disukai” di atas (yang hampir 600 kata) adalah buktinya.
- Meskipun tahu bahwa romance adalah salah satu bagian dari cerita & bukan merupakan fokus, aku sebenarnya masih berharap hubungan Grace & Yuki akan dikembangkan lebih lanjut. Honey Girl sendiri dipasarkan sebagai buku romance. Sayangnya ,romance bukanlah genre yang akan aku asosiasikan dengan cerita ini. Label adult contemporary sepertinya akan lebih cocok.
- Selain itu, story arc dari salah satu karakter sampingan yang merupakan teman baik Grace menurutku tidak ditutup dengan memuaskan. Penutup arc dia terkesan buru-buru. Sebagai pembaca, aku merasa tidak mendapat closure di arc spesifik ini.
Aku Akan Merekomandasikan Honey Girl Untuk…
Pembaca yang tertarik dengan kisah coming-of-age & self-growth seorang perempuan black & queer (dengan PhD) di penghujung usia 20-an. Kalau berharap untuk membaca kisah romantis yang fluffy & wholesome, Honey Girl sepertinya bukanlah buku yang tepat untukmu.
Jangan lupa untuk memeriksa content warning dulu kalau kamu memutuskan untuk membaca buku ini:
Content warnings (dikutip langsung dari situs resmi penulis): discussion and depictions of mental illness, self-harm (scratching skin, nails digging into skin as anxiety coping mechanism), past suicide attempt by side character, depictions of anti-Blackness and homophobia in the academic and corporate settings, casual alcohol consumption, minor drug use (marijuana), discussions of racism experienced by all characters of color, past limb amputation due to war injury (side character), past parent death (side character).
Rating
Bacaan Lanjutan
-
The Seattle Times (Sarah Neilson) – Morgan Rogers’ debut novel ‘Honey Girl’ is the type of coming-of-age story we need
-
Bitch Media (Evette Dione) – “Honey Girl” Is about a Woman Coming Home to Herself
-
Shondaland (Lily Herman) – In ‘Honey Girl,’ Morgan Rogers Mines Queer Love and Mental Burnout
-
Today (Kerry Breen) – How the novel ‘Honey Girl’ captures the feeling of millennial burnout
Terhibur/terbantu dengan tulisan ini? Dukung Farah melalui Karyakarsa
Farah melacak bacaannya di situs buku alternatif The Storygraph | @farbooksventure
Ingin tanya-tanya & tetap anonim? Kirim saja pertanyaanmu lewat Curious Cat
Mba Farah, brarti ini ceritanya ga sebatas nikah sama orng baru dikenal di vegas aja ya, tapi malah nikah sesama jenis yaa? Aku termasuk pembaca yg suka jg sama cerita nikah sama orang yg baru dikenal, tp klo sesama jenis aku blm pernh baca 😆😆 Tp dg rating 4.5 dr Mba Farah lumayan bikin penasaran.. 😍
Sebentar, ini aku baru tau ada buku formatnya audio gitu ._. kok keren yak 😀
Walau ada aspek romantis, fokus cerita dalam buku Honey Girl memang ke perjalanan self growth & coming-of-age sih, Kak Thessa. Jadi Farah suka karena topiknya memang relatable untuk Farah hehehe.
Format audiobook memang sedang naik daun di tengah pembaca dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan, Kak 😀 Format yang cocok memang untuk pembaca yang ingin membaca sambil mengerjakan hal lain.
Aku termasuk yang suka sama karakter yang kaya Grace ini. Bisa melihat orangtuanya dari sisi lain. Enggak sekadar judgement asal-asalan gitu. Apalagi dia punya pandangan bahwa orangtua adalah makhluk yang tak sempurna. Tentu jadi banyak hal yang bisa bikin pembacanya refleksi sesaat tentang kehidupan juga ya. Pantesan kak Farah nulis ini buku menyangkut banyak aspek enggak sekadar romance aja.
Betul, Kak Ipeh! Kalau ceritanya fokus ke aspek romantis sepertinya Farah tidak akan sesuka ini dengan novelnya. Highlight dari Honey Girl untuk Farah memang perjuangan Grace Porter untuk menjadi individu yang lebih baik sih ^^