[28/03/19] Pertama Kali “Membaca” Audiobook, Scribd, dan The Music of What Happens


“The world will make you vulnerable, if you’re acting like you’re not, that’s what your doing, acting.”

Informasi Audiobook
Judul: The Music of What Happens
Penulis: Bill Konigsberg

Penerbit: Scholastic Audio
Rilis: 26 Februari 2019
Durasi: 9 jam, 18 menit

Didengar via: Scribd
Bahasa: Inggris
Kategori umur: young adult
Temukan buku ini di Goodreads 


Deskripsi Audiobook

Max: Chill. Sports.
Video games. Gay and not a big deal, not to him, not to his mom, not to
his buddies. And a secret: An encounter with an older kid that makes it
hard to breathe, one that he doesn’t want to think about, ever.

Jordan:
The opposite of chill. Poetry. His “wives” and the Chandler Mall. Never
been kissed and searching for Mr. Right, who probably won’t like him
anyway. And a secret: A spiraling out of control mother, and the
knowledge that he’s the only one who can keep the family from falling
apart.

Throw in a rickety, 1980s-era food truck called Coq Au
Vinny. Add in prickly pears, cloud eggs, and a murky idea of what’s
considered locally sourced and organic. Place it all in Mesa, Arizona,
in June, where the temp regularly hits 114. And top it off with a touch
of undeniable chemistry between utter opposites.

Over the course
of one summer, two boys will have to face their biggest fears and decide
what they’re willing to risk — to get the thing they want the most.



Pengalaman Pertama “Membaca” Audiobook (& Menggunakan Scribd)
Audiobook sepertinya
begitu menjadi primadona akhir-akhir ini. Terima kasih pada artikel ringkas Book
Riot
tentang sejarah audiobook ini, aku akhirnya tahu bahwa audiobook
sebenarnya sudah ada dalam berbagai medium sejak bertahun-tahun lalu. Dalam
bentuk kaset dan CD? Pernah. Versi paling awal dari audiobook bahkan
berbentuk rekaman
super singkat puisi/cerita anak-anak
dari era penemuan phonograph oleh Thomas
Alfa Edison. Tidak mengherankan memang kalau era smartphone membuat audiobook
kembali naik daun. Cukup dengan menggunakan ear phone, orang-orang bisa
mendengarkan audiobook dimana saja dan kapan saja untuk mengisi waktu
senggang. All hail the positive impact of technology! 

Setelah beberapa
lama dilanda rasa penasaran, kesempatan untuk mencoba audiobook datang
ketika aku berhasil join dengan beberapa orang untuk berlangganan di
situs Scribd.
Lucunya, aku sudah mengetahui keberadaan Scribd selama hampir 4 tahun
tanpa benar-benar tahu betapa banyak hal yang bisa aku temukan di sana.

Dari hari-hari
yang dipenuhi kerja kelompok dan tugas menggunung, terkadang beberapa link
tentang topik tugas yang sedang aku cari berakhir di laman Scribd.
Dokumen semacam ini tidak bisa diunduh dan digunakan secara utuh tentu saja
oleh aku yang tidak berlangganan, punya akun Scribd saja tidak! Sejak
saat itu aku selalu mengabai hasil percarian dari Scribd yang aku anggap
hanya sekadar situs tempat banyak orang membagikan tugas-tugas mereka. Sampai
akhirnya, dari komunitas bookstagram aku pun sadar bahwa Scribd
juga merupakan gudang untuk banyak koleksi e-book ­& audiobook baik
fiksi maupun non-fiksi.
 

Farah:
Sumber: GIPHY

Farah kamu
kemana aja selama ini?
Sikapku terhadap Scribd pun berubah. Dari
yang awalnya tidak peduli, aku akhirnya menyimpan harapan semoga bisa
berlangganan di situs ini suatu saat nanti. Terima kasih berkat keajaiban
komunitas bookstagram, harapan ini akhirnya menjadi kenyataan.

Aku sempat
terintimidasi ketika melihat-lihat info tentang berbagai audiobook di Scribd.
Kenapa? Aku baru sadar bahwa memutuskan mendengar audiobook 
berarti harus bersabar dan menerima kenyataan bahwa aku harus mendengarkan
kumpulan audio sebuah buku yang rata-rata berdurasi total selama 9 jam. Audiobook
memang dibagi per-bab dalam rekaman audionya, tapi tetap saja dalam satu
bab durasinya bisa sampai 30 menit. Menyaksikan video Youtube berdurasi 30
menit? Oke. Mendengarkan audio yang berisi narasi buku selama 30 menit? Aku
jujur skeptis dengan diri sendiri. Durasi panjang ini lumayan mengintimidasiku
yang masih pemula. Apa yang terjadi kalau aku bosan dan akhirnya malah tidak
melanjutkan?

Pada awalnya,
novel terbaru Taylor Reid Jenkins Daisy Jones & The Six adalah
kandidat utama dari “eksperimen” audiobook-ku. Ada beberapa orang yang
berkomentar bahwa format penulisan Daisy Jones & The Six yang
seperti kumpulan transcript wawancara membuat buku ini sangat cocok
dinikmati dalam format audiobook. Tidak disangka-sangka, aku tanpa
sengaja malah menemukan versi audiobook dari novel YA The Music of
What Happens
, salah satu dari berbagai novel yang aku sadari keberadaannya
berkat Instagram. Novel ini menarik perhatianku karena sampulnya yang
begitu sedap dipandang.



Sumber: Blog Bill Konigsberg
Begitulah cerita awal mula bagaimana aku terjun
ke dalam lautan audiobook yang
menarik lewat novel yang (di beberapa bagian) membuat lapar ini.

Menurut Farah Tentang Audiobook Ini 

Di permukaan, The Music of What Happens memang
menawarkan premis umum;
Dua karakter
dengan sifat bertolak-belakang bertemu dengan satu sama lain dalam sebuah
pertemuan tidak terduga. Setiap karakter menyimpan masalah dan ketakutan mereka
masing-masing. Karakter mereka yang bertolak-belakang akhirnya membuat mereka
saling melengkapi satu sama lain. Pertemuan tak terduga pun mengantarkan
karakter-karakter ini menjadi pribadi yang lebih baik seiring berkembangnya
cerita. Terdengar familiar, bukan?
Max dan Jordan
adalah 2 karakter yang sudah tahu dengan keberadaan satu sama lain tapi belum
benar-benar “bertemu” sebelum pertemuan mereka di truk makanan Keluarga Jordan
pada suatu hari di musim panas. The Music
of What Happens
adalah tipe-tipe novel character
driven
yang awalnya terasa mengalir lambat. 
Pembaca akan disuguhkan dengan narasi dari sudut pandang Max dan Jordan,
2 tokoh utama cerita. Aku sempat merasa kikuk karena baru pertama kali membaca
novel dalam bentuk audiobook. Audiobook boleh jadi merupakan sarana
baik untuk berlatih kemampuan listening Bahasa
Inggris. Akan tetapi, ketika “membaca”
novel dengan gaya seperti ini aku sempat kesulitan dengan nama beberapa
karakter dalam cerita.
Versi audiobook dari The Music Of What Happens dinarasikan oleh 2 narator yang mewakili
sudut pandang Max dan Jordan dalam novel. Aku tidak punya kesulitan yang
berarti di bagian Jordan. Aku merasa bisa relate
dengan kekhawatiran dan rasa takut seorang Jordan, terima kasih pada narator
ekspresif yang menarasikan sudut pandangnya. Narator untuk bagian Max sendiri memiliki
suara yang “lebih berat” daripada narator untuk Jordan. Di satu sisi, mungkin
saja ini melengkapi bayangan pembaca tentang betapa berbedanya 2 karakter ini. Akan
tetapi, terkadang suara beratnya membuat narrator untuk Max hanya terdengar “kumur-kumur”
dalam beberapa bagian di telingaku. It’s
not you, it’s me really
. Jadi ya, mendengarkan sudut pandang Max adalah
tantangan tersendiri untukku.
Perasaan yang
pertama kali muncul pasca mendengar audiobook
ini adalah puas. Puas karena berhasil menyelesaikan audiobook untuk pertama kalinya, juga puas karena kisah Max dan
Jordan ditutup dengan rapi. Hal yang membedakan cerita Max & Jordan dari
cerita dengan pola familiar lain semacam ini adalah hal-hal serius yang
berusaha dikupas penulis dalam cerita mereka. Topik tentang toxic masculinity, toxic family, toxic friendship,
dan bahkan sexual assault (trigger warning: rape) mulai
bermunculan silih berganti semakin dalam kita mendengarkan cerita Max dan
Jordan. Aku salut dengan penulis karena berhasil membuat penyelesaian rapi untuk
topik-topik serius ini.
Topik-topik di atas mungkin
tidak terlalu menyenangkan untuk dibaca. Akan tetapi, Bill Konigsberg berhasil
memadukan pola cerita novel mainstream dengan
isu serius untuk meningkatkan kesadaran pembacanya akan topik bersangkutan. And that’s a really good thing in my opinion.
Hal yang aku
sukai ketika “membaca” versi audiobook
ini adalah bagaimana semakin “hidup”-nya bayanganku akan perisiwa yang terjadi
dalam novel, terima kasih pada narrator novelnya yang menarasikan cerita dengan
sepenuh hati. Aku memang tidak leluasa membuat bayangan sendiri tentang detail yang
membedakan Max dan Jordan, tapi mendengarkan seseorang menarasikan novel dengan
penuh semangat dan penghayatan menyenangkan juga.
Hal yang kurang
sreg untukku selama mendengarkan The
Music of What Happens
sepertinya hanya penggunaan kata dude yang agak berlebihan. Harus aku akui, aku bukanlah seorang native speaker dalam Bahasa Inggris, tinggal di
negara berbahasa Inggris saja tidak. Akan tetapi, apa memang ada orang-orang  yang menggunakan kata dude sesering ini?
Aku akan
merekomendasikan
The
Music of What Happens
untuk pembaca yang mencari novel YA yang memadukan
isu berat dengan gaya penceritaan mainstream
dan berhasil membungkus ceritanya dengan rapi.

Kembali lagi ke dalam pembahasan
tentang audiobook, berbeda dari
sebagian besar orang yang bisa mendengarkan audiobook
di sela-sela aktivitas sehari-hari mereka. Aku adalah tipe orang yang lebih
nyaman mendengarkan audiobook ketika sedang ingin bersantai seperti di waktu malam hari menjelang tidur.
Secara keseluruhan, pengalamanku “membaca” audiobook
untuk kali
pertama adalah pengalaman menarik dan lumayan eye-opening. Aku pasti akan membaca audiobook lain di masa yang akan datang,
tapi alih-alih menemani di antara aktivitas sehari-hari, audiobook ini akan menemaniku di akhir minggu yang tenang dan
santai.

Artikel Yang Disebut Dalam Tulisan Ini
1. A Brief History of the Audiobook (oleh Aram Mrjoian dalam situs BookRiot)  
2. Audiobook (dalam Wikipedia Bahasa Inggris)
3. Scribd (dalam Wikipedia Bahasa Inggris)


Rating
3,5/5 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *